TEMPO Interaktif, Surakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai Undang-Undang Intelijen sudah sangat dibutuhkan masyarakat dan negara, terutama menyusul peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Minggu, 25 September lalu. Ia menilai undang-undang tersebut bisa meningkatkan deteksi dini dan antisipasi terhadap tindakan teror.
"Kasus ini semakin menegaskan tentang pentingnya UU Intelijen," kata Anas kepada wartawan seusai menjenguk korban bom gereja itu di Rumah Sakit dr.Oen Solo, Rabu, 28 September 2011.
Menurut dia, dengan adanya UU Intelijen, fungsi intelijen bisa dipertegas dan diatur. Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya tindakan terorisme. Anas bahkan mendukung klausul intelijen punya kewenangan menangkap. Menurut dia, masyarakat tak perlu khawatir ada penyalahgunaan wewenang.
"Sekarang, kan, zaman demokrasi. Kontrol publik dan politik kuat. Tak usah takut ada penyalahgunaan wewenang," ujar Anas.
Kewenangan aparat intelijen menangkap, menurut Anas, memungkinkan aparat mengantisipasi terjadinya tindakan teror. "Kalau sudah terdeteksi ada rencana teror, harus segera diatasi. Tidak usah tunggu kalau sudah kejadian," katanya.
Soal penangkapan, dia menyebut masyarakat tidak perlu alergi terhadap ketentuan tersebut. Sebab, secara teknis, penangkapan bisa juga dilakukan oleh aparat kepolisian setelah berkoordinasi dengan intelijen. "Yang terpenting, aparat intelijen ada kewenangan deteksi dini dan mengantisipasi. Pengaturan teknis bisa dibicarakan kemudian."
Sebelumnya, Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR memastikan lembaga intelijen tidak akan diberikan kewenangan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap siapapun. Kewenangan penangkapan dan penahanan hanya diberikan kepada lembaga penegak hukum.
"Untuk menggali informasi, intelijen tidak ada penahanan dan penangkapan. Itu tegas kami sampaikan," kata Wakil Ketua Komisi, Agus Gumiwang Kartasasmita ketika memimpin rapat dengar pendapat dengan lembaga pegiat hak asasi manusia, Kontras dan Imparsial di Gedung DPR, Senin lalu, 26 September 2011.
Menurut Agus, lembaga intelijen memang perlu diberikan kewenangan yang fleksibel untuk memperluas dan memperdalam pengaturan informasi dalam suatu kasus tertentu. "Penangkapan dan penahanan hanya sebagai forum, tapi kami tidak setuju mereka (intelijen) diberikan penggalangan info," ujar dia.
Agus mengatakan, sebagai pelaksana fungsi pencegahan terhadap potensi timbulnya ancaman keamanan nasional, lembaga intelijen harus kaya informasi. Untuk menggali informasi, lembaga intelijen bisa bekerja sama dengan lembaga penegak hukum. "Gali info di tempat penegak hukum itu, tapi enggak sampai ikut campur tangan," kata politikus Partai Golkar ini.
Lembaga intelijen, dalam hal ini Badan intelijen Negara (BIN), kata Agus, juga tidak bisa serta-merta meminta lembaga penegak hukum untuk melaksanakan penangkapan atau penahanan karena memang tidak memiliki wewenang tersebut.
UKKY PRIMARTANTYO | MAHARDIKA SATRIA HADI