TEMPO Interaktif, Sampang - Pengurus Aliran Islam Syiah di Dusun Nangkernang, Kecamatan Karang Gayam, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, menyesalkan penangkapan dua aktivis Human Right Watch Andreas Harsono dan Tirana Hassan oleh Kepolisian Resor Sampang karena berkunjung ke daerah itu, Senin 19 september 2011.
Alimullah, salah seorang pengurus Syiah Sampang, mengatakan kedua aktivis tersebut tidak berbuat hal yang aneh. Mereka hanya melakukan wawancara soal tindakan diskriminasi dan perilaku intoleran yang ditunjukkan oleh sekelompok orang kepada pengikut syiah di Kampung Nangkernang.
“Saya nggak tahu apa mereka ditangkap atau apa. Tapi kalau ditangkap hanya karena bertamu ke sini, kami prihatin,” katanya kepada Tempo, Selasa, 20 September 2011.
Menurut Alimullah, Andreas Harsono dan Tirana tiba di Dusun Nangkernang sekitar pukul 01.00 WIB Senin, 19 September 2011 siang. Keduanya bertanya soal kasus yang membuat pimpinan Syiah Sampang, Ustad Tajul Muluk, hingga saat ini harus keluar dari tanah kelahirannya karena berbeda aliran. “Pukul 4 polisi datang, mereka diminta ikut ke kantor polisi,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Sampang Komisaris Danuri membantah melakukan penangkapan. Polisi, kata dia, hanya meminta keterangan soal paspor serta tujuan mereka melakukan penelitian. “Mereka kan orang luar negeri, penelitiannya harus dapat izin dari pemerintah,” ujarnya.
Karena tidak ditemukan unsur pelanggaran pidana, lanjut Danuri, keduanya kemudian diserahkan ke kantor imigrasi Surabaya. Sebab, salah satu aktivis berkebangsaan Australia tidak membawa paspor.
Mengenai kondisi pengikut Syiah, Alimullah menambahkan saat ini situasi di Dusun Nangkernang sudah kondusif. “Suasana memang kondusif tidak seperti dulu, tapi omongan orang yang belum kondusif,” ujarnya.
Ustad Tajul Muluk, pimpinan Syiah Sampang, kata dia, hingga kini masih di pengasingan dan belum diperbolehkan kembali ke Nangkernang. Pengasingan Ustad Tajul sebagai salah satu syarat agar pengikut Syiah bisa hidup dan beribadah dengan tenang. “Sudah lama kami tidak kontak dengan Ustad Tajul. Saya nggak tahu beliau di mana, apa di Surabaya atau di Malang,” ujarnya.
MUSTHOFA BISRI