TEMPO Interaktif, Den Haag - Pengadilan Den Haag memutuskan pemerintah Belanda bertanggung jawab atas pembantaian di Desa Rawagede, Jawa Barat. Hakim ketua D.A. Schreuder secara tegas menyebut tindakan Belanda itu ilegal (onrechtmatig).
Menurut majelis hakim, pemerintah Belanda bersalah karena dianggap membunuh warganya sendiri. Pertimbangannya bahwa hukum Belanda berlaku di Hindia Belanda sampai tahun 1949.
Hakim juga menolak pleidoi advokat negara Belanda, G.J.H. Houtzagers, yang menyebut kejahatan tersebut sudah kedaluwarsa. Hakim memakai asas lex spesialis. Artinya, Pengadilan Den Haag melihat kasus pembantaian Rawagede sebagai kasus khusus sehingga preseden kedaluwarsa tidak berlaku.
Tragedi berdarah di Desa Rawagede, Jawa Barat, terjadi pada 9 Desember 1947, pada masa perang kemerdekaan Indonesia. Tentara Belanda yang mencari pejuang kemerdekaan, Lukas Kustario, memasuki Desa Rawagede dan mengeksekusi penduduk laki-laki karena menolak memberi informasi mengenai Kapten Kustario.
Sebagian besar penduduk laki-laki Desa Rawagede dieksekusi. Menurut saksi mata, para lelaki tersebut ditembak mati. Pihak Indonesia menyatakan 431 laki-laki dibunuh, sedangkan pemerintah Belanda pada 1969 bersikeras jumlahnya “hanya” 150. Pada 1947, Belanda memutuskan untuk tidak menyeret pelaku eksekusi massa ke pengadilan.
Pada 2009, keluarga korban menggugat Belanda. Para janda menuntut pengakuan dan ganti rugi atas meninggalnya tulang punggung keluarga mereka. Waktu itu, beberapa janda dan korban selamat terakhir, Saih bin Sakam, khusus datang ke Belanda untuk proses ini. Sayangnya, ia wafat pada 8 Mei 2011 dalam usia 88 tahun. Bagi Saih, pelaku pembunuhan massal tidak perlu lagi diseret ke pengadilan, permintaan maaf dan ganti rugi sudah cukup.
Dalam putusannya, Rabu, 14 September 2011, majelis hakim Pengadilan Den Haag merintahkan pemerintah Belanda membayar kompensasi. Namun kompensasi ini dibatasi pada janda, korban langsung, atau anaknya. Artinya, tidak termasuk cucu korban.
Pengacara korban Rawagede, Liesbeth Zegveld, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Setelah 64 tahun, akhirnya Belanda secara hukum dinyatakan bersalah atas perbuatannya di Indonesia. Putusan ini menjadi preseden baru dan bisa saja diterapkan dalam kasus Westerling di Sulawesi.
"Selama mereka masih hidup dan kasusnya jelas seperti kasus ini, setiap pihak mengakui terjadi kesalahan besar, terjadi kejahatan perang, maka akan dilihat apakah ini sama dengan kasus Rawagede," ujar pengacara yang juga membela korban-korban kejahatan kemanusiaan di Bosnia dan Libya.
KBRI Den Haag belum mau menanggapi keputusan ini. Sebelumnya, pemerintah Indonesia terkesan menjaga jarak dengan proses gugatan korban Rawagede. Perwakilan resmi KBRI tak terlihat hadir dalam sidang keputusan gugatan korban Rawagede.
RADIO NEDERLAND WERELDOMROEP | PGR