TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga pegiat hak asasi manusia Imparsial meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan pembahasan secara terbuka atas Rancangan Undang-Undang Intelijen.
"Ketertutupan justru menimbulkan kecurigaan, ada udang di balik batu. Bahwa benar ada pertarungan kepentingan politik praktis terhadap RUU Intelijen," kata Direktur Program Imparsial Al Araf dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Minggu 11 September 2011.
Menurut Al Araf, dirinya mendapat informasi bahwa RUU Intelijen itu akan segera disahkan sekitar tanggal 27 September nanti. Padahal sejauh ini pembahasan yang dilakukan panitia kerja (panja) Komisi I DPR belum pernah menginformasikan perkembangannya kepada publik terkait masih ada beberapa pasal dalam RUU itu yang dianggap bermasalah. Dalam hitungan Imparsial, ada sekitar 30 pasal yang perlu dikaji ulang atau bermasalah.
Al Araf melihat belakangan ini pembahasan tersebut dilakukan secara intensif. Sayangnya, pembahasan itu tertutup sehingga publik tidak bisa memantau langsung perkembangan apa yang telah terjadi.
"Penting bagi parlemen untuk pahami bahwa proses pembuatan dan pembahasan harus melibatkan partisipasi publik dan prinsip transparansi. Ini harus diikuti oleh parlemen sebagai lembaga legislasi," ujarnya.
Karena itu, tambah dia, DPR harus segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai perkembangan pembahasan RUU intelijen sebelum RUU tersebut benar-benar disahkan akhir September nanti.
MUNAWWAROH