TEMPO Interaktif, Kupang - Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat, 12 Agustus 2011, menggagalkan keberangkatan 24 orang yang berasal dari Kota Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Belu.
Saat itu mereka sudah berada di Pelabuhan Tenau, Kupang. Berdasarkan hasil pendataan petugas Satpol PP, sebanyak 18 orang mengaku akan berangkat ke Balikpapan, sedangkan 6 orang ke Nunukan. Mereka akan menumpang kapal KM Bukit Sigunting yang saat itu sudah bersandar di Pelabuhan Tenau.
Kepala Satpol PP NTT, Frans Lasa, menduga mereka akan dijadikan tenaga kerja Indonesia (TKI) illegal di berbagai negara. ”Mereka diamankan karena tidak memiliki dokumen ketenagakakerjaan,” kata Frans kepada wartawan di Kupang, Jumat siang, 12 Agustus 2011.
Puluhan TKI ilegal itu direkrut oleh Fery Agut, calo tenaga kerja PT Adindo di Balikpapan. Namun, Fery membantahnya dan berdalih orang-orang itu bermaksud menyusul suami dan keluarganya yang bekerja di Kalimantan. "Saya tidak merekrut. Mereka mau ikut suami dan orang tua yang sudah duluan di sana," ujarnya.
Salah seorang di antara mereka, Petronela Lay, 25 tahun, membenarkan dalih yang dikemukakan Fery. Wanita asal Timor Tengah Selatan itu bahkan membawa serta anaknya, Desta, yang berumur 2 tahun.
Petronela mengaku hendak mengikuti suaminya yang sudah bekerja selama setahun di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. "Saya ingin ikut suami yang bekerja di Kalimantan," ucapnya berkilah.
Adapun Benediktus Min asal Kabupaten Belu mengaku diajak Fery untuk bekerja di Kalimantan. Namun, Benediktus belum mengetahui akan dipekerjakan sebagai apa dan berapa gajinya per bulan. "Saya tidak punya pekerjaan di Belu, maka saya ikut agar bisa bekerja untuk memperbaiki hidup," tuturnya.
Puluhan TKI ilegal tersebut dibawa ke kantor Satpol PP NTT. Setelah dilakukan pendataan, mereka diserahkan kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Nakertrans) NTT untuk dibina.
Frans Lasa menjelaskan, sudah berulangkali Satpol PP menggagalkan pemberangkatan TKI ilegal yang berasal dari berbagai daerah di NTT. Sejak Januari hingga Agustus 2011, tak kurang dari 200 orang yang berhasil digagalkan keberangkatannya. ”Minimnya lapangan dan kesempatan kerja di masing-masing daerah di NTT menjadi pemicu mereka nekat mencari kerja ke luar daerah hingga ke luar negeri,” papar Frans Lasa.
YOHANES SEO