TEMPO Interaktif, Jakarta - Aktivis Kontras Usman Hamid mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengembalikan dua draf Rancangan Undang-Undang Intelijen dan RUU Keamanan Nasional ke pemerintah. "Lebih baik undang-undang itu dikembalikan pada pemerintah," ujarnya saat diskusi tentang UU Intelijen di kantor Kontras, Jakarta, Rabu 27 Juli 2011.
Menurut dia, pemerintah harus terbuka terhadap kritik terhadap dua RUU yang dinilai bisa membahayakan warga negaranya sendiri itu. Dengan adanya kedua undang-undang tersebut persoalan sosial antar masyarakat dinilai bisa tumpang tindih antara aktor hukum, politik dan pemerintahan, militer, intelijen dan kepolisian.
"Undang-undang ini mencederai reformasi ABRI, yang memisahkan fungsi politik, hukum dan keamanan. Kongkretnya memisahkan fungsi intelijen dalam hukum, politik dan militer," ujarnya.
Usman mengatakan dari informasi yang didapatnya, DPR akan mengembalikan draf RUU Keamanan Nasional ke pemerintah. Namun untuk RUU Intelijen masih akan dibahas di Dewan. DPR, kata Usman, sebaiknya mengabaikan undang-undang tersebut. "DPR perlu membuat sendiri. Panggil pemerintah dan bicarakan semuanya," kata dia. "Ini lebih baik daripada mengutak-atik pasal yang sudah ada. Karena kalau hanya diutak atik esensinya ternyata tidak berubah. "
Sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 70 orang lebih tokoh masyarakat meminta agar pemerintah merombak total RUU Keamanan Nasional. Pengacara Senior Adnan Buyung Nasution meminta pemerintah dan Komisi I DPR lebih banyak melibatkan peran masyarakat dalam pembahasan beleid tersebut, layaknya saat membahas UU Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan masyarakat.
ALWAN RIDHA RAMDANI