TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengacara Agus Condro, Firman Wijaya, memberi apresiasi positif pada sejumlah institusi yang hari ini, Selasa, 19 Juli 2011, merumuskan kesepakatan mengenai whistle-blower dan justice collaborator. "Itu memberikan atensi pada orang-orang seperti Agus Condro," kata Firman, Selasa, 19 Juli 2011.
Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai whistle -blower dan justice collaborator. Mereka sepakat akan ada peraturan lebih spesifik yang membedakan perlakuan hukum untuk keduanya.
Firman menilai langkah lembaga-lembaga itu memberi angin segar bagi whistle-blower maupun justice collaborator. "Karena selama ini regulasi dan implementasinya masih menimbulkan apatisme dan rasa enggan masyarakat yang akan mengungkap atau memberi informasi sebuah perkara, termasuk yang extraordinary crime," kata Firman.
Agus divonis satu tahun tiga bulan penjara serta denda Rp 50 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi berupa cek pelawat yang diduga ada kaitannya dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang memenangkan Miranda Swaray Goeltom.
Menurut Firman, nominal hukuman yang diterima kliennya menunjukkan undang-undang perlindungan saksi yang mengatur whistle-blower tidak komprehensif. "Seharusnya relasi antara peraturan dan implementasi itu terintegrasi dalam ketentuan perundangan formal dan material," kata dia.
Tak hanya itu, integrasi antara LPSK dengan peradilan juga dinilai Firman tidak jelas. Ia mencontohkan, bagaimana dalam kasus Agus, LPSK hanya melaksanakan fungsi penghargaan pada whistle blower di luar sistem peradilan. Hal itu terbukti dari jumlah hukuman Agus yang tak jauh beda dengan terdakwa kasus cek pelawat.
Rencana Satgas dan LPSK memindahkan Agus dari Lembaga Permasyarakatan Cipinang dipandang Firman sebagai bentuk penghargaan yang baik. "Tapi itu masih jauh dari harapan karena di sisi lain, punishment yang diterima Agus tak jauh beda dengan terdakwa lainnya," kata Firman.
Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengatakan, justice collaborator atau pelaku kejahatan yang bekerja-sama dengan aparat layak mendapat penghargaan. Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk memindahkan Agus dari LP Cipinang ke LP lain yang kondisinya lebih layak.
Agus adalah orang pertama yang mengaku ke penyidik KPK soal adanya bancakan cek pelawat pada 8 Juni 2004. Bagi-bagi cek dilakukan usai kemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Akibat pengakuan Agus, puluhan mantan anggota DPR periode 1999-2004 terseret ke pengadilan dan kini sebagian besar telah divonis penjara.
ISMA SAVITRI