TEMPO Interaktif, Jakarta - Komite Aksi Jaminan Sosial menduga banyaknya isu menjelang pengesahan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berasal dari pemerintah. Selain masa pembahasannya molor, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengelola jaminan sosial enggan beralih sesuai BPJS.
"Kebohongan besar apabila ada tranformasi Jamsostek, maka uang pekerja akan hilang," kata Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial, Said Iqbal, dalam keterangan pers di Jakarta, Ahad, 10 Juli 2011.
Isu hilangnya uang pekerja muncul dalam aksi demo pegawai Jamsostek. Mereka menolak tranformasi Jamsostek menjadi BPJS. Saat ini, PT Jamsostek bersama PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes merupakan empat perseroan pengelola jaminan sosial. Seiring dengan kewajiban pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial, keempat persero itu harus berubah menjadi BPJS.
Anggota Presidium Komite Aksi Jaminan Sosial, Indra Munaswara, menegaskan tak ada dana masyarakat yang hilang. "Pelayanan-pelayanan kepada nasabah tetap seperti biasa, tidak ada pengubahan aset, hanya badan hukum dan tanggung jawabnya," kata Indra.
Indra menyesalkan beredarnya Surat Edaran Menteri BUMN bernomor S-374/MBU/2011 tertanggal 24 Juni 2011. Surat kepada tujuh menteri terkait jaminan sosial itu mengungkapkan risiko pengalihan aset empat BUMN pengelola jaminan sosial. Menteri Mustafa Abubakar menyatakan akan timbul gejolak ekonomi (rush) jika aset Rp 190 triliun milik Jamsostek diubah, terutama yang diinvestasikan di pasar modal dan perbankan.
Menurut Indra, meskipun empat badan itu diubah, tak akan ada dana yang berubah bentuk. Kalaupun dananya dalam bentuk investasi, akan tetap dalam bentuk investasi. Sebab, masalah jaminan bukan soal bentuk dana, tapi kesamaan (ekuitas). Semua pekerja hingga presiden berhak mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa perbedaan perlakuan dan pembatasan biaya.
Kalaupun Menteri Mustafa mengkhawatirkan kondisinya akan seperti tahun 1998 (krisis ekonomi), itu wajar saja. Tapi, Indra mengingatkan, saat krisis 1998, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja sehingga sebagai pemilik polis Jamsostek, banyak pekerja yang menarik dananya. Akibatnya, timbul guncangan ekonomi (rush). Sementara, saat ini situasinya bukan krisis, melainkan pengalihan badan hukum. "Dari baju merah (pemerintah) ke baju biru (partisipasi masyarakat), dari BUMN jadi wali amanah," kata Indra.
Dengan begitu, kekhawatiran yang dimunculkan pemerintah ini, menurut Indra, akan berujung pada pembatalan pengesahan UU BPJS. Padahal, rencana pengesahan pada 22 Juli 2011 saja sudah mundur dari target pada 30 Desember 2010. "Rakyat terancam tak dapat jaminan sosial nasional, pemerintah kelihatan jelas mengulur-ulur," kata Indra. "Maka layak pemerintah disebut melanggar konstitusi."
Komite Aksi menjamin tak akan timbul keguncangan ekonomi (rush). "Lihat saja, itu kebohongan publik, mestinya Presiden memberi tindakan tegas bagi menteri BUMN," kata Indra.
JIka pemerintah bersikap resisten dan tak mau diubah, justru ada yang ditutupi dalam empat perseroan itu. Komite minta ketika nanti empat badan itu beralih menjadi badan hukum, audit asetnya harus melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
DIANING SARI