TEMPO Interaktif, Jakarta - Menguatnya dorongan masyarakat dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum untuk mengapresiasi peran pelapor atau whistle blower, Mahkamah Agung menyiapkan surat edaran. Surat edaran diberikan kepada hakim agar memperhatikan posisi terdakwa yang juga pelaku pelapor.
"Surat edaran itu masih digodok," ujar Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa, Jumat 8 Juli 2011.
Tujuannya, kata Harifin, agar orang tidak menjadi takut melaporkan tindak pidana. Langkah yang diambil Ketua Mahkamah Agung itu menyikapi kunjungan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum tentang pelaku pelapor (justice collaborator) ke lembaganya,
Standar pelaku pelapor diakui Harifin sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU No.13 Tahun 2006). Tapi, Ia menambahkan, agar hakim memberi perhatian bagi pelaku pelapor, perlu dipertegas dengan surat edaran.
Ia mengingatkan, surat edaran tak akan mengatur standar hukuman bagi pelaku pelapor. "Tidak ada, hakim sudah tahu. Itu hanya pelaku pelapor dipertimbangkan dalam vonis," ujar lelaki asal Makassar ini. Yang jelas, menurut Harifin, mereka akan mendapat keringanan hukuman.
Selain ke Mahkamah Agung, Satuan Tugas juga mengunjungi Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Salah satu hasil dari upaya Satuan Tugas adalah dipertimbangkannya keinginan Agus Condro Prayitno, terdakwa kasus cek pelawat pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, untuk ditempatkan di penjara dekat rumahnya di Batang, Jawa Tengah.
Kuasa hukum Agus Condro, Firman Widjaja, mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia mengajukan surat ke KPK agar segera berkoordinasi dengan Kementerian Hukum, Satuan Tugas, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar permohonan pemindahannya dikabulkan.
DIANING SARI