TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengusaha jasa tenaga kerja Indonesia tidak memiliki banyak alternatif untuk mengalihkan pengiriman tenaga kerja pasca penetapan moratorium (penghentian sementara) pengiriman TKI oleh pemerintah. Dengan adanya moratorium, otomatis pengiriman TKI ke Arab menjadi terhenti.
"Untuk Timur Tengah, (alternatif) tinggal Uni Emirat Arab dan Qatar, tapi itu hanya bisa menerima sekitar 2.000 TKI tiap bulannya, jauh dengan Arab yang lebih dari 18.000," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), Rusdi Basalamah, ketika dihubungi Tempo, Jumat 1 Juli 2011.
Namun demikian, pihaknya tak keberatan dengan ditetapkannya moratorium. "Kita sudah undang sekitar 200 PJTKI untuk sosialisasikan moratorium dan mereka tidak bermasalah asalkan ada jaminan dari pemerintah untuk segera rampungkan dan benahi," kata Rusdi.
Oleh karena itu, ia tetap mendesak pemerintah untuk segera merampungkan nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Arab Saudi dalam penempatan dan perlindungan TKI. "Itu harus segera karena Arab Saudi masih jadi favorit nomor satu pengiriman TKI," ujarnya.
Meskipun, menurut dia, nota kesepahaman itu tetap belum dapat menjamin selesainya persoalan TKI yang kerap terjadi. Hal yang harus segera dibenahi adalah penempatan serta perlindungan dari dalam negeri. "Pijakannya tidak hanya MoU saja, tapi juga benahi persoalan dalam negeri," kata Rusdi.
Arab Saudi akan menghentikan pemberian izin kerja untuk tenaga kerja sektor domestik dari Indonesia per 2 Juli 2011 esok. Sebagai gantinya, Arab Saudi akan merekrut pekerja domestik, termasuk pembantu rumah tangga dari negara lain. Sebelumnya Pemerintah Indonesia juga memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab, menyusul hukuman pancung yang dilakukan Pemerintah Saudi terhadap Ruyati, TKI yang bekerja di negara tersebut, tanpa pemberitahuan kepada pihak Indonesia.
RIRIN AGUSTIA