TEMPO Interaktif, Jakarta - Para terdakwa cek pelawat punya rupa-rupa alasan mau menerima cek yang diduga terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Terdakwa dari fraksi PDIP misal mengaku menerima cek karena arahan dari fraksinya untuk kepentingan partai.
Sementara terdakwa dari Fraksi Partai Golkar, Marthin Bria Seran punya alasan tersendiri. Ia mengaku uang yang diterima dari Hamka Yandhu sebagai ongkos pulang. "Katanya untuk ongkos pulang karena saya tidak akan dipilih lagi menjadi anggota dewan periode 2004-2009," ujar Marthin saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin 6 Juni 2011.
Ia pun mengaku tidak mengetahui lima lembar cek pelawat yang berjumlah Rp 250 juta itu sebagai arahan untuk memilih Miranda S.Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada tahun 2004. Ia mengakui baru tahu uang yang diterimanya itu berperkara setelah diekspos di media. "Baca koran baru saya tahu salah dan kembalikan uang Rp 100 juta dan sisanya Rp 150 belum," tuturnya.
Lima politisi Golongan Karya: Paskah Suzetta, Abdul Hafiz Zawawi, Anthony Ziedra Abidin, Bobby Suhardiman dan Marthin Brian Seran, hari ini kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Lima orang politikus ini, dikenai pasal 5 ayat (2) dan pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.20 Tahun 2001) junto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selain pasal 5, jaksa juga menuntut para terdakwa pasal 11 Undang-undang yang sama.
Duit untuk lima terdakwa diserahkan oleh Hamka Yandhu yang mengambil kantong bertanda warna kuning dari Arie Malangjudo. Dari 95 lembar cek pelawat untuk jatah Fraksi Golkar di Komisi Keuangan dan Perbankan 1999-2004, Ahmad Hafiz mendapat jatah 12 lembar cek (Rp 600 juta), Marthin Brian memperoleh lima lembar cek (Rp 250 juta), Paskah meraih 12 lembar cek (Rp 600 juta), Bobby menerima 10 lembar cek (Rp 500 juta) dan Anthony meraup 10 m lembar cek (Rp 500 juta).
RIRIN AGUSTIA