TEMPO Interaktif, Gontor - Sistem pembelajaran di Pondok Modern Darussalam, Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menarik perhatian kalangan pemikir dan akademisi Islam.
Tak hanya dalam negeri, akademisi luar negeri, terutama Timur Tengah, juga menjadikannya sebagai bahan kajian ilmiah akademik.
Baru-baru ini, Direktur Eksekutif Liga Perguruan Tinggi Islam Sedunia Ahmad Muhammad Ali Muhammad Sulaiman meraih predikat cumlaude setelah lulus program magister bergelar master bidang ilmu pendidikan.
Ahmad Muhammad Ali Muhammad Sulaiman menulis tesis berjudul “Studi Evaluatif Atas Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor Indonesia dalam Menerapkan Konsep Pendidikan untuk Kehidupan”.
Gelar yang diraih warga negara Mesir berusia 41 tahun itu didapat dari Fakultas Tarbiyah, Universitas Benha, Mesir, 23 April lalu.
“Beliau memang melakukan penelitian sejak tahun 2007 di Gontor dan sempat menyebarkan ribuan angket untuk mendukung bahan tesisnya. Alhamdulillah, ternyata bisa meraih cumlaude,” ujar Dihyatun Masqon selaku Direktur Eksekutif Pusat Kajian Islam dan Barat atau Centre of Islamic Occidental Studies (CIOS) Pondok Modern Gontor, Rabu, 11 Mei 2011.
Sebelumnya, sudah banyak tokoh dan pemikir dalam negeri yang mengkaji sistem pendidikan di Gontor. Akan tetapi, peneliti dari luar negeri dan khusus untuk kajian ilmiah akademik baru ada pertama ini.
Dihyatun Masqon, ustad yang akrab dipanggil Dihya itu, merupakan salah seorang yang ikut memberikan bahan-bahan tesis.
“Selain melakukan interview, beliau juga menyebarkan angket kepada siswa, guru, mahasiswa, dan para alumni Gontor. Jumlah angketnya lebih dari 3.000,” ujarnya.
Dalam tesisnya, Ahmad Muhammad Ali Muhammad Sulaiman mengkaji metode pembelajaran yang diterapkan di Gontor. “Beliau menilai kurikulum di Gontor itu menyeluruh untuk kehidupan. Seluruh kegiatan merupakan bagian dari kurikulum, tidak hanya kurikulum pengajaran di dalam kelas,” katanya.
Kegiatan di luar kelas, misalnya, kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan co-kurikuler.
Salah satu keunggulan pengajaran di Gontor adalah dalam bidang bahasa. “Di Gontor, bagi siswa yang sudah lebih dari tiga tahun wajib berbahasa Arab dan Inggris masing-masing selama tiga hari,” papar Kepala Jurusan Bahasa Arab Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor ini. Hanya ada kesempatan satu hari bagi siswa untuk berbahasa Indonesia.
Dihya menambahkan, salah satu kesimpulan penting dalam tesis Ahmad Muhammad Ali Muhammad Sulaiman adalah Gontor dinilai memiliki kemandirian.
“Pendidikan tidak boleh dicampur dengan politik praktis. Gontor juga mengelola dana sendiri, termasuk lahan seluas lebih 300 hektare dengan status diwakafkan untuk umat Islam di mana pun,” ucapnya.
Salah satu alumni Gontor, Ahda Sabila, mengaku bangga atas gelar cumlaude yang diraih Ahmad Muhammad Ali Muhammad Sulaiman dalam tesis tentang Gontor.
“Saya juga mendengar kalau beliau meraih cumlaude setelah sidang tesis 23 April lalu,” ucap pemuda asal Kota Madiun ini.
Ahda mengatakan sangat merasakan manfaat menimba ilmu di salah satu pelopor pondok modern terbesar di Indonesia tersebut.
“Selain dididik ilmu agama dan ilmu umum, mentalitas juga ditempa,” ujar alumni yang kini jadi mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Mesir.
ISHOMUDDIN