"Saya sudah menerima laporan terkait keberadaan anggota NII yang saat ini masuk jajaran pemerintahan atau menjadi PNS," kata Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di Markas Komando Resor Militer 064 Serang seusai dialog antara Musyawarah Pimpinan Daerah Banten dan ulama kemarin.
Menurut Ratu Atut, pihaknya sejauh ini tak bisa menindak pegawai itu karena menjadi PNS merupakan hak asasi. Apalagi hingga saat ini tidak ada payung hukum yang melarang anggota NII tidak boleh menjadi PNS. "Tidak ada aturannya yang bersangkutan (anggota NII) tidak diperkenankan menjadi PNS," katanya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Banten Asmudji H.W. belum tahu persis jumlah anggota NII di birokrasi Banten karena datanya sudah kedaluwarsa. "Kami sedang mendata lagi," ucapnya. Yang pasti, "Anggota NII di birokrasi sudah ada sejak sepuluh tahun lalu."
Asmudji menambahkan, pemerintah hanya bisa mengawasi dan membina mereka melalui Badan Kepegawaian Daerah.
Bupati Malang, Jawa Timur, Rendra Kresna menyatakan birokrasi di wilayahnya juga diduga sudah disusupi NII. Ia menyatakan beberapa waktu lalu bahwa dua pegawai wanita pemerintah kabupaten diketahui lenyap sejak dua pekan terakhir, yang diduga terkait dengan gerakan radikal itu. Ia meminta aparat memastikan apakah mereka korban NII atau justru pelaku.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku pihaknya belum mengetahui soal pegawai negeri yang anggota NII. "Tanya saja Kapolri," ujarnya via pesan pendek. Tapi, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek memastikan instansinya segera mengirim surat kepada semua gubernur, bupati, dan wali kota agar mengawasi pergerakan jaringan NII di wilayah masing-masing. "Hari ini sudah meminta tanda tangan Menteri Dalam Negeri," ujar Reydonnyzar.
Sebelumnya, calon pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan, Laila Febriani alias Lian, 26 tahun, diduga menjadi korban NII. Ia menghilang pada 7 April lalu dan ditemukan dalam keadaan linglung keesokan harinya di Puncak, Bogor, Jawa Barat.
WASI'ULULUM | EVANA D | ABDI P | JOBPIE S