TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR Tubagus Hasanuddin meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan keputusan memberlakukan status siaga satu di tingkat nasional, beberapa hari lalu.
"Adakah presiden memprediksi atau memperkirakan akan ada sesuatu dalam skala nasional? Presiden harus menjelaskannya kepada publik karena rakyat harus tahu tentang apa yang terjadi di Republik ini," kata Hassanudin di Jakarta, Ahad (24/4) "Jika tidak, segera cabut siaga satu."
Pemberlakuan status siaga satu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto setelah menghadiri rapat terbatas bidang keamanan, Kamis lalu. Rapat dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara mendadak dan dihadiri Wakil Presiden Boediono, Kapolri Jenderal Timur Pradopo,dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. Juga jajaran menteri kabinet Indonesia bersatu. Status siaga satu berlaku sejak Kamis 21 April 2011 malam sampai Sabtu 23 April 2011.
Bekas Sekretaris Militer di era Presiden Megawati ini mengaku tak habis pikir dengan pernyataan pemerintah itu. Menurut Hassanudin, siaga satu adalah status tertinggi dalam kesiapan aparat keamanan khususnya TNI. Dalam posisi status ini, seluruh prajurit TNI harus stand by di markas masing-masing. Itu pun harus lengkap dengan perlengkapannya termasuk senjata, amunisi, kendaraan, dan bekal logistik selama 1 minggu.
Siaga satu di tingkat nasional, kata dia, umumnya disiapkan untuk menghadapi ancaman dari luar atau ancaman yang disebabkan dari dalam negeri. Misalnya pemberontakan, huru-hara, kudeta, atau apa pun yang mengancam kepentingan nasional. Bisa juga diberlakukan siaga satu jika terjadi bencana alam dalam skala nasional.
Karena menyangkut biaya, dan segala macam serta situasi siaga satu di Indonesia, pernyataan semacam ini bisa saja memunculkan ketakutan pihak luar untuk melakukan investasi di Indonesia. "Saya setuju siaga satu, tapi di Jakarta saja, tidak usah nasional. Nasional itu berarti untuk seluruh tentara. Ngapain juga tentara di sana siaga satu. Mereka tidak tahu apa yang terjadi," ujar Hasanuddin heran.
Mantan anggota pasukan pengawal presiden dan sekretaris militer presiden di masa Presiden Megawati Soekarnoputri itu juga mempertanyakan posisi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto yang menyetujui saja untuk mengumumkan pernyataan besar semacam itu. "Pak Menko juga harus mengerti. Tanya, Pak siaga satu itu harus begini, aturannya dan risikonya begini, harus dijelaskan. Jadi tidak ada staf yang bagus di situ," katanya.
MUNAWWAROH