Tiga orang tersebut merupakan masyarakat yang berbicara Dusner, bahasa kuno yang digunakan di sebuah desa nelayan dalam hutan di Papua, Indonesia.
Para ilmuwan nyaris terlambat dikirim karena gempa dan banjir di tempat itu hampir memusnahkan masyarakat pengguna bahasa Dusner. Bahasa itu sendiri masih digunakan dalam upacara pernikahan.
Peneliti dari Fakultas Linguistik, Filologi, dan Fonetik Universitas Qxford menemukan bahasa itu. Tim yang dipimpin Dr Suriel Mofu terbang ke Indonesia pada Oktober lalu untuk mencatat dan mendokumentasikan bahasa itu.
Akan tetapi beberapa hari setelah ia terbang, banjir menghantam Papua sehingga tim dari Oxford tidak bisa memastikan apakah pengguna bahasa Dusner masih hidup atau tidak. Ketiga pengguna bahasa Dusner itu adalah dua wanita berusia sekitar 60 tahun dan pria berusia 70 tahun.
Kini, Dr Mofu telah menghubungi para pengguna Dusner. Dr Mofu pun memulai proyek 14 bulan untuk mencatat kosa kata dan tata bahasa Dusner.
Pemimpin proyek itu, Profesor Mary Dalrympel, mengatakan, "Banjir di Indonesia adalah musibah nyata bagi penduduk pulau indah tersebut. Dan kami telah menanti dengan rasa penasaran tinggi selama beberapa bulan untuk mengetahui apakah mereka selamat atau tidak."
"Itu mencerminkan betapa pentingnya proyek kami. Kami baru menemukan bahasa itu ada tahun lalu. Jika kami tidak mencatat bahasa tersebut sebelum punah, itu akan musnah selamanya," katanya.
Alasan bahasa tersebut mulai ditinggalkan adalah penduduk lokal kini mengajarkan anak-anak mereka Indonesia karena lebih berguna untuk mendapat pekerjaan. Namun, Dusner tetap digunakan dalam upacara-upacara adat.
"Proyek kami untuk mencatat dan mendokumentasi bahasa Dusner adalah proyek yang penting karena salah satu penggunanya meninggal tahun lalu," ujar Prof Dalrymple.
"Bahasa Dusner sudah mulai ditinggalkan karena para sesepuh menyadari anak-anak mereka memiliki peluang lebih besar untuk masuk universitas atau mendapat pekerjaan jika mereka berbicara dengan bahasa Melayu, yang merupakan bahasa ibu di Indonesia," tambahnya.
"Proyek kami sangat penting bagi para penduduk non-Dusner di Papua yang ingin menggunakan Dusner dalam upacara pernikahan sakral dan ritual pemakaman," imbuhnya.
Ilmuwan memperkirakan 6.000 bahasa di dunia akan punah dalam 50 tahun ke depan. Menurut para akademik, minat warga dan kepala desa Dusner untuk menyelamatkan bahasa mereka sangat tinggi.
Warga setempat masih melakukan aktivitas tradisional. Hanya penduduk Dusner yang menggunakan bahasa Dusner untuk acara-acara seperti itu.
Ada kekhawatiran bahasa tersebut akan punah saat para penggunanya meninggal. Dusner tidak pernah dicatat. Cerita-cerita tradisional dialihkan antar generasi melalui tradisi lisan.
TELEGRAPH| KODRAT