TEMPO Interaktif, Jakarta - Sofyan Tsauri, mantan anggota Satuan Samapta Kepolisian Resor Depok membantah bahwa dirinya intel yang sengaja disusupkan dalam gerakan terorisme di Aceh. “Saya ingin meluruskan. Saya memang lahir di Brimob (Depok). Saya hidup di Brimob 35 tahun lamanya. Keluar-masuk Brimob sudah biasa bagi saya. Saya bukan intelijen. Saya hanya mantan polisi yang ingin jihad syahid di jalan Allah,” ujarnya saat memberikan kesaksian terhadap terdakwa Abu Bakar Ba'asyir di Pengadilan Jakarta Selatan, Kamis 24 Maret 2011 .
Kepada majelis hakim yang diketua Herri Swantoro, ia menjelaskan memutuskan untuk bergabung ke jaringan Ba’asyir semata-mata memang karena ingin beribadah. Sebelumnya, Sofyan diduga keluarga Ba’asyir sebagi intelijen yang sengaja menyusup untuk mengacaukan jaringan Ba’asyir.
Sofyan diduga sebagai intel setelah hasil investigasi Front Pembela Islam menemukan fakta bahwa kegiatan terorisme di Aceh dibiayai oleh Sofyan Tsauri, desertir anggota Shabara Polres Depok. Ia juga terlibat perekrutan peserta pelatihan militer di Aceh.
Sebelum bergabung dengan kelompok Ba’asyir, Sofyan dipecat dari kesatuannya karena alasan poligami, jarang masuk, dan terlibat jihad. Dalam persidangan, Sofyan mengaku pemecatannya memang terkait dengan keputusan dia berjihad.
“Alasan saya dipecat banyak. Salah satunya karena saya ingin beribadah kepada Allah untuk menebus dosa-dosa saya di masa lalu,” kata Sofyan yang tertarik pada ajaran Ba’asyir setelah menyaksikan ceramah amir Jamaah Anshorut Tauhid tersebut di televisi.
ISMA SAVITRI