Di Desa Kupang, Kecamatan Jabon, banjir rob bahkan merusak 300 hektare lahan sawah. Luapan air laut mengakibatkan para petani tidak bisa memanen tanaman padinya karena seluruh tanaman padi rusak. Saat ini lahan sawah pun tidak memungkinkan untuk ditanami kembali.
Terjangan air laut ini juga mengancam sejumlah kawasan pesisir lainnya di Kabupaten Sidoarjo. "Panjang kawasan pesisir bertambah. Semula 27 kilometer, saat ini menjadi 28 kilometer," kata Kepala Bidang Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Sidoarjo Septady Kusmantoro, Minggu (13/3).
Baca Juga:
Menurut Septady, sekitar 60 persen kawasan pesisir Sidoarjo dalam kondisi kritis karena hutan mangrove dibabat habis pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penyebab utama kerusakan hutan mangrove terjadi akibat pembalakan liar yang marak sejak tahun 2004 lalu. Selain itu, hutan mangrove dibabat dan berubah fungsi menjadi lahan tambak. "Kerusakannya cukup parah, dibutuhkan dua juta bibit mangrove untuk mengatasinya," ujar Septady.
Kerusakan hutan mangrove terparah di pesisir Jabon. Kawasan pesisir lainnya adalah Waru, Sedati, Buduran, Sidoarjo dan Candi, meskipun tingkat kerusahan hutan mangrovenya tidak separah di kawasan Jabon.
Setiap tahun disebar 200.000 bibit tanaman mangrove di pesisir Sidoarjo. Tujuannya, untuk mengendalikan abrasi dan menghindari banjir rob yang mengancam kawasan pesisir Sidoarjo.
Septady mengakui ada juga sebagian warga yang mengajukan ijin penebangan bakau untuk dijadikan lahan tambak.
Hingga saat ini terdapat sekitar 600 petak lahan tambak milik warga di sepanjang pesisir Kecamatan Waru hingga Jabon sejauh 33 kilometer. Pemilik sertifikat lahan mengajukan izin penebangan ke Dinas Perikanan dan Kelautan setempat.
Itu sebabnya, kata Septady, Dinas Perikanan dan Kelautan tidak bisa bertindak tegas untuk melarang penebangan ataupun menjatuhkan sanksi kepada pelaku penebangan. Namun, Dinas Perikanan dan Kelautan akan terus mengawasi ijin penebangan. Sebab ijin penebangan hanya boleh dilakukan pada lahan yang berada 300 meter dari titik laut pasang tertinggi.
Kepala Urusan Umum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo Wawan Setiawan menjelaskan, sertifikat kepemilikan lahan tambak diterbitkan tahun 2000 lalu. Pengajuan sertifikat dilakukan secara kolektif. Saat itu, kata Wawan, belum ada undang-undang yang mengatur pengelolaan kawasan pesisir pantai. "Akan kami cek data di sertifikat dengan data lapangan," paparnya. EKO WIDIANTO.