TEMPO Interaktif, Suenep - Majelis Ulama Indonesia canbang Sumenep, Jawa Timur, perlu memberikan solusi atas fatwa haram tentang permintaan amal jariyah di jalan raya. Pemintaan amal untuk pembangunan masjid masih marak di pelosok pedesaan. Makmun Aziz, panitia pembangunan masjid di Desa Cempaka, Gadu Barat, Sumenep, menuturkan kegiatan meminta amal di jalan dianggap lebih baik ketimbang mengharapkan bantuan pemerintah daerah. "Dengan amal pengguna jalan, pembangunan masjid berkesinambungan sampai selesai," kata dia, Ahad (27/2).
Prosedur mendapat bantuan dari pemerintah dinilai sangat sulit. Proposal bantuan belum tentu lolos . "Kalau tunggu bantuan pemkab, kapan kami punya masjid," dia menuturkan. Dalam sehari, panitia bisa mengumpulkan sumbangan antara Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. "Semua peminta amal tidak dibayar, semua sukarela, tidak benar kalau kami makan uang amal masyarakat," kata Makmun.
MUI Sumenep mengeluarkan fatwa haram tentang permintaan amal di jalan raya. Aktivitas itu dinilai mengganggu dan membahayakan pengguna jalan dan dinilai bisa mencoreng citra umat islam. "Ada juga meminta amal hanya kedok, uang yang dihasilkan untuk kepentingan pribadi," Kata Ketua MUI Sumenep KH Syafraji.
Fatwa haram tersebut dinilainya tak efektif karena belum mendapat dukungan konkrit dari pemerintah daerah dan DPRD Sumenep. "Semua harus duduk satu meja mencari solusi bagi peminta amal," terangnya.
Ketua Komisi Pemerintahan DPRD Sumenep Badrul Aini mendukung penilaian tak boleh sekedar melarang tanpa ada solusi bagi peminta amal jariyah. "Yang pasti kalau mau larangan berjalan harus dibuat peraturannya, jadi ada dasar hukumnya," kata dia.
Bupati Sumenep Busyro Karim belum dapat dimintai konfirmasi. Namun data dari Bagian Kemasyarakat menyebutkan tahun 2011 ini jumlah masjid penerima bantuan dikurangi menjadi Rp 10 juta per masjid.
MUSTHOFA BISRI