Kepala Pidana Khusus Kejaksaan Takalar Tuwo mengatakan, penyitaan ini untuk melengkapi bukti tambahan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan pada 2010 itu. “Kami sudah tetapkan tersangkanya, kini tinggal berkasnya dilimpahkan ke pengadilan,” kata Tuwo di kantornya, Senin (7/2).
Kasus ini bermula dari pengadaan alat kesehatan di BKKBN yang membeli obgyn bed. Total harga dalam kontrak sebesar Rp 189 juta untuk membeli 13 unit obgyn bed. Harga per unitnya Rp 20 juta. Namun, obgyn bed yang diadakan diduga tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak berkualitas. Kejaksaan menyerahkan kasus ini ke Badan Pemeriksa Keuangan Sulawesi Selatan untuk menghitung kerugian negara.
Tuwo mengatakan, jumlah uang yang ditransfer tidak sesuai dengan jumlah anggaran yang disediakan. Tersangka, menurut Tuwo, hanya mentransfer Rp 13 juta untuk tahap pertama dan Rp 30,7 juta untuk tahap kedua. Sedangkan ongkos pengirimannya tidak disertai dengan bukti kuitansi. “Kami sudah temukan dugaan korupsinya, yakni ketidaksesuain nilai transfer dan total harga alat dalam kontrak,” katanya.
Adapun Lukfan seusai diperiksa enggan berkomentar. Dia bergegas meninggalkan gedung kejaksaan. Namun, Muhammad Yusuf, jaksa yang memeriksa, mengatakan bahwa saat diperiksa Lukfan mengakui bahwa pengadaan alat tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi. Dia berdalih, alat itu tidak diperiksa secara cermat. Sebab, dia sudah memeriksanya di perusahaan yang menjual alat itu sebelum dikirim ke Takalar. “Saya tidak tahu kalau spesifikasinya berubah,” kata Yusuf menirukan Lukfan.
Meski Lukfan berstatus tersangka, kejaksaan belum menahannya. Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Takalar Hermanto, tersangka masih kooperatif. Misalnya, selalu memenuhi panggilan dan mau menyerahkan dokumen. Jadi, kata Hermanto, ”Urgensinya untuk penahanan belum ada.”
Hermanto memastikan akan ada tersangka lain dalam kasus ini. Namun, menurut dia, penetapan itu setelah adanya hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan.
SAHRUL