Tuntutan mereka, antara lain, pertama, perusahaan asuransi itu mengakui bahwa mereka telah ingkar janji (wanprestasi). Kedua, pihak Asuransi Jiwa Tugu Mandiri harus memenuhi kewajibannya seperti yang dijanjikan pada waktu menawarkan program proteksi kesehatan pensiunan (Prokespen). Dengan kata lain, Prokespen tidak dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak. Ketiga, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri membayar tunggakan klaim-klaim yang belum dibayar sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu, tanpa pemotongan yang ditetapkan dengan sepihak.
Keempat, Asuransi Tugu harus menjamin bahwa program asuransi akan berlangsung sampai tertanggung mencapai umur 80 tahun dan tidak diputuskan secara sepihak. Kelima, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri harus mengganti kerugian atas keresahan, kerugian dan penderitaan para tertanggung akibat wanprestasi. Keenam, perusahaan asuransi tersebut harus menghormati hak-hak tertanggung sebagai konsumen seperti yang ditetapkan pada pasal 4 UU no.8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menurut Mardjuki Hasan, tuntutan ini disampaikan kepada Asuransi Jiwa Tugu Mandiri karena selama ini perusahaan asuransi itu telah melakukan berbagai penyimpangan, antara lain pada saat promosi dinyatakan bahwa tidak ada pemeriksaan kesehatan bagi yang akan bergabung. Namun, sesuai lampiran 005 pada polis KP92030 yang ditandatangani Direktur PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Nanang RI Iskandar, pada 24 Mei 93 memuat daftar penyakit atau pengobatan yang tidak akan dibayar.
Penyimpangan lain, perusahaan asuransi itu melakukan perubahan batas waktu klaim dari dua minggu setelah menjadi 10 hari sebelum berakhirnya periode kepesertaan. Hal tersebut memperpendek masa berlakunya maslahat pada suatu periode dari 360 hari menjadi 355 hari. Terakhir, penyimpangan yang dilakukan adalah perubahan polis KP92030 yang merugikan, karena dikuranginya penyakit yang dapat ditanggung dan diperpendeknya waktu untuk mengajukan klaim dari 90 hari menjadi 60 hari sejak tanggal pengobatan. (Sunu)