TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) prihatin dengan praktek kekerasan yang terus terjadi terhadap para pekerja pers. Kasus terkini adalah tewasnya Alfrets Mirulewan, jurnalis Mingguan Pelangi di Maluku.
Alfrets adalah jurnalis yang aktif melakukan peliputan perputaran bisnis minyak ilegal di Pelabuhan Wonreli, Maluku Barat Daya. Ia ditemukan tewas mengenaskan pada Jumat 17 Desember 2010 dinihari di pantai Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Dugaan awal, Alfrets dibunuh. "Atau setidak-tidaknya Alfrets meninggal dengan cara yang tidak wajar," kata Haris Azhar, Koordinator KontraS dalam surat terbuka yang diterima Tempo kemarin, Senin 20 Desember 2010. Bahkan, dalam hasil pantauan KontraS, di sekujur tubuh Alfrets ditemukan luka-luka memar yang sangat patut diduga merupakan luka akibat praktek kekerasan.
Haris mengatakan, ancaman terhadap kerja jurnalis seperti lferts mewarnai catatan minimnya perlindungan bagi pembela HAM, khususnya jurnalis. Padahal, jurnalis adalah salah satu garda terdepan yang berperan aktif memperbaiki sistem pemerintahan untuk menuju sebuah pemerintahan yang bersih. "Poin-poin kritis dalam bentuk pemberitaan memberikan banyak input positif yang seringkali menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi pihak-pihak tertentu," kata dia.
Minimnya perlindungan terhadap kerja wartawan harus menjadi perhatian khusus, mengingat ancaman yang datang semakin meningkat. Pantauan berbagai lembaga advokasi seperti KontraS, LBH Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang tahun 2008 hingga 2010, setidaknya ada 141 wartawan yang memperoleh ancaman kekerasan baik fisik atau non fisik selama mereka menjalankan tugas mereka di lapangan.
Di antaranya, kasus yang terjadi terhadap Ridwan Salamun pada Minggu 22 Agustus 2010 di Tual, Maluku Tenggara. Ada pula kasus yang menimpa Ardiansyah Matra’is, jurnalis yang ditemukan tewas terapung di Sungai Gudang Arang, Merauke, dalam kondisi tak berpakaian. "Hampir semua kasus kekerasan terhadap wartawan tidak terselesaikan secara baik. Banyak kasus-kasus seperti ini hanya berhenti setelah laporan di kepolisian," kata Haris.
Untuk itu, KontraS mendesak kepolisian menuntaskan kasus kematian Alferts secepatnya. Apalagi, dugaan kekerasan tampak jelas . Polisi, lanjutnya, harus memperhatikan tingkat kerentanan bukti-bukti serta saksi yang terkait dengan peristiwa.
KontraS juga meminta polisi agar melibatkan Komisi Kepolisian Nasional dan Komnas HAM serta Dewan Pers dalam melakukan investigasi kematian Alfrets. "Harapannya kasus ini bisa membuka jalan penghentian praktek kekerasan terhadap para jurnalis, terutama para jurnalis di daerah," ujarnya.
Sampai surat ini dikeluarkan, KontraS masih menerima laporan dan perkembangan situasi yang menyebutkan saksi-saksi dalam kondisi terancam. Saksi-saksi ini sering mendapat teror dari preman-preman dan polisi yang ada di Maluku Barat Daya.
MAHARDIKA SATRIA HADI