Menurut Burhanuddin, pelaporan pidana kasus tersebut hanya akan menciptakan kemunduran bagi iklim kebebasan berekspresi. "Mestinya tidak sampai diseret ke ranah pidana. Ini berbahaya," ujarnya.
Laporan itu dibuat oleh tiga kader Golkar, yakni Alzier Dianis Tabrani (Ketua DPD Golkar Provinsi Lampung), Gandung Pardiman (Ketua DPD Golkar Yogyakarta), dan Erwin Ricardo Silalahi. Mereka mengadukan Yudi lantaran dinilai telah mencemarkan nama Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dengan mengaitkannya dalam pusaran kasus mafia pajak Gayus Tambunan.
"Sebagai penasihat AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), kader militan Golkar, kami tak mau ketua umum kami dihina dan jadi bulanan-bulanan pengamat politik," ujar Alzier. Ia membantah tudingan bahwa aksinya bersama kawan-kawannya hanyalah upaya mencari muka terhadap Aburizal.
Burhanuddin mengakui sejumlah kader Golkar sering kali menampilkan diri sebagai pihak yang berada di garis depan untuk membela sosok Aburizal secara mati-matian. Namun, kata dia, argumentasi yang mereka ajukan kerap tidak proporsional. "Saya yakin Pak Aburizal juga tidak merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut," ujarnya.
Meski demikian, ia mengakui bahwa penyebutan nama Aburizal berpotensi menimbulkan masalah lantaran secara formal perusahaan yang diduga terkait dengan kasus pajak tersebut sudah tak lagi di bawah kendali bisnis Aburizal. "Tapi memang orang-orang tak akan bisa memisahkan begitu saja peran Aburizal dalam perusahaan tersebut."
Hal serupa dinyatakan pengamat politik J. Kristiadi. "Proses politik kita seperti berada dalam fase senjakala demokrasi," katanya.
Dalam iklim negara demokratis, kata dia, kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi setiap warga negara mestinya dilindungi oleh negara. "Tanpa itu, proses demokrasi tidak akan menapak peradaban," ujarnya. "Ini kondisi yang sangat mengkhawatirkan."
RIKY FERDIANTO | JONIANSYAH