TEMPO Interaktif, Bandung - Organisasi Buruh Internasional (ILO) memenangkan gugatan yang diajukan Anggota Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Aquila Bandung. "Disidangkan 11 November, penetapan dan pengukuhannya hari Jumat (20 November) kemarin," kata Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri Hotel, Restoran, Plaza, Apartemen, Katering, Retail dan Pariwisata Indonesia Regional Jawa Barat Haldi Pinandita, Selasa (23/11).
Dalam putusannya Sidang ILO menyatakan telah terjadi pelanggaran berserikat yang dilakukan manajemen hotel tersebut. ILO merekomendasikan pemulihan hak pekerja baik dari segi perdata maupun pidana.
Dalam persidangan itu, papar Hadi, pemerintah Indonesia mengakui ada pelanggaran hukum di hotel itu. "Anjuran yang diberikan Dinas Tenaga Kerja (untuk kasus ini) sudah cukup, hanya tidak ada tindak lanjutnya, ILO menginginkan ada tindak lanjutnya," katanya.
Dalam rekomendasi itu, ILO juga meminta pemerintah Indonesia mengamandemen undang-undang untuk menjamin perlindungan yang komprehensif terhadap diskriminasi anti serikat pekerja di masa depan, termasuk menyediakan mekanisme cepat untuk penjatuhan sanksinya. Haldi mengatakan, Undang-Undang Nomor 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh tidak jelas mengatur mekanisme penanganan pelanggaran kasus serupa di tangan kejaksaan dan kepolisian.
Haldi mengatakan, secara internasional, pemerintah Indonesia bisa dikucilkan jika sanksi ILO ini tidak dijalankan. Indonesia secara kelembagaan merupakan anggota ILO dan sudah meratifikasi konvensinya sehingga harus tunduk terhadap keputusan itu.
Sopandi, Ketua SPM Hotel Grand Aquila yang diberhentikan, mengatakan, menyusul putusan ILO itu, kelompoknya akan menemui Komisi IX DPR, Kejaksaan Agung, dan Kapolri untuk menekan manajemen hotelnya. "Rekan-rekan kita di Serikat Pekerja juga akan turun juga (berunjuk rasa)," katanya.
Kasus itu bermula setelah 9 orang pengurus SPM Hotel Grand Aquila yang baru berdiri September 2008 dikeluarkan sepihak pada November 2008 setelah akta pendirian serikat pekerja itu diserahkan pada manajemen hotel. Pihak manajemen hotel lalu menyusul memberhentikan 128 orang pekerja hotel itu yang namanya tercatat sebagai anggota SPM pada Desember 2008.
Sopandi mengatakan, dari 35 pekerja yang tersisa, manajemen hotel ditaksir harus membayar upah mereka selama 2 tahun tidak dibayar, setara Rp 3,5 miliar. Dia mengatakan, akan berusaha memperjuangkan hak normatif kawan-kawannya yang sudah meneken surat pengunduran diri. "Kami akan mencoba," katanya.
AHMAD FIKRI