TEMPO Interaktif, Jakarta - Mahkamah Konstitusi memutuskan mencabut Undang-undang nomor 4/PNPS/tahun 1963 yang membolehkan Kejaksaan melarang buku. Pelarangan buku dianggap tidak melalui proses peradilan. Setelah pencabutan peraturan ini, pelarangan buku baru bisa dilakukan setelah melalui proses hukum dan diputuskan oleh pengadilan.
"Mahkamah mengadili Undang-undang nomor 4/PNPS/tahun 1963 bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam sidang putusan uji materi di Mahkamah Konstitusi, Rabu (13/10).
Baca Juga:
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menjelaskan, pelarangan buku tanpa proses peradilan adalah tindakan sewenang-wenang. "(Ini) eksekusi di luar pengadilan yang sangat ditentang negara hukum yang menghormati due process of law," katanya.
Menurut dia, berdasar pasal 28F Undang-undang Dasar 1945, setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh, mengolah, menyimpan, dan menyampaikan informasi.
Meski dicabut, bukan berarti buku tak bisa dilarang. Mahkamah menetapkan Kepolisian dan Kejaksaan dapat menyidik dan menuntut penulis atau penerbit buku yang mengganggu ketertiban umum. Namun, pengadilanlah yang berhak memvonis pelarangannya.
Uji materi diajukan oleh sejumlah penulis dan penerbit yang bukunya dilarang oleh Kejaksaan pada akhir tahun lalu.
BUNGA MANGGIASIH
Baca Berita Terpopuler Lainnya:
Jumlah Planet di Luar Tata Surya Capai 500
Ultah ke-30, Ledley King Rayakan Bareng 30 Perempuan
Repotnya Memboyong Tera Patrick ke Jakarta
Tanaman Tertua Berusia 472 Juta Tahun