TEMPO Interaktif, Gorontalo - Kelestarian kawasan hutan Suaka Margasatwa Nantu di Gorontalo kian terancam. Pasalnya, di hutan yang memiliki keanekragaman hayati tersebut kini mulai hadir penambang liar yang mencari emas.
Menurut Jemmy Kumolontang, salah seorang staf di camp Suaka Margasatwa Nantu, penambang liar tersebut datang berkelompok dan jumlah mereka mencapai ratusan orang. ” Mereka melakukan aktivitas penambangan mencari emas di dalam kawasan hutan,” ujar Jemy kepada Tempo, Sabtu (9/10).
Jemy menceritakan, para penambang emas itu biasanya menggunakan alat penyemprot seperti pompa air dari pipa Alkon, dengan mengambil air dari sungai-sungai terdekat. Mereka lalu menyemprotkannya ke bukit atau tanah yang dianggap memiliki kandungan emas. ” Kemudian air atau semprotan pipa Alkon itu jatuh ke sungai dan mencemarinya,” kata Jemi.
Agus Njou, salah seorang warga di desa Mohiolo, Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, yang berbatasan dengan kawsan hutan Nantu, mengungkapkan penambang liar di daerah itu mulai ada sejak tahun 1997. Namun aktivitas pertambangan mulai marak sekitar 2007.
”Kalau dulu mereka hanya biasa mendulang dengan cara tradisional, tapi sekarang sudah menggunakan mesin tromol dan alat semprot dari pipa Alkon,” kata Agus yang berprofesi sebagai operator perahu di sungai Nantu itu.
Ia mengungkapkan para penambang datang dengan cara berkelompok. Dalam satu kelompok, jumlah mereka mencapai 30 orang dan menggunakan lima mesin tromol.
” Aktivitas penambang sudah masuk ke kawasan suaka margasatwa Nantu,” kata Agus.
Bahkan, menurut Agus, akibat penambangan liar itu, ia pernah menemukan ikan dan udang yang berada di Sungai Paguyaman dan Sungai Nantu banyak yang mati.
” Hingga saat ini masih banyak penambang liar,” katanya.
Lynn Clayton, Doktor Eko-Biologi Babi Rusa dari Oxford University, Inggris, yang menghabiskan waktunya sekitar 21 tahun di Suaka Margasatwa Nantu, mengungkapkan, pihaknya telah beberapa kali bersama anggota Brimob dari kepolisian daerah Gorontalo melakukan razia penambang liar. Namun tetap saja tidak ada efek jera.
” Mereka (penambang liar) sepertinya tidak pernah jera. Tetap saja hingga saat ini masih melakukan aktivitas penambangan,” ungkap Lynn.
Lynn mengungkapkan Hutan Nantu merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Paguyaman yang merupakan sungai terpenting di wilayah Gorontalo. Sungai tersebut kini sudah tercemar akibat penambangan liar tersebut.
”Saat lebaran Idul Fitri kemarin, saya lihat sungainya mulai jernih. Tapi sekarang kembali keruh dan warnanya kecokelatan. Sebab, para penambang liar mulai beraksi,” ungkapnya.
Suaka Margasatwa Nantu merupakan kawasan hutan seluas 32.000 hektare yang menjadi kekayaan dunia. Di kawasan ini merupakan bagian dari bio-geografi Wallacea yang kaya keanekaragamanhayatinya.
Nantu merupakan zona transisi dan campuran antara fauna Asia dan Australia. Di rimba ini hidup secara baik satwa yang tidak ada di bagian dunia lain seperti anoa (Bubalus Depressicornis), babi rusa (Babyroussa babbyrussa), monyet Sulawesi (Macaca Heckii), tarsius (Tarsius Spectrum), dan babi hutan (Sus Celebensis).
Di hutan ini juga hidup 90 spesies burung, yang 35 jenis diantaranya adalah endemik. Hutan ini juga menjadi penyangga bagi kesetersediaan air bagi puluhan ribu masyarakat yang mendiami daerah di bawahnya.
CHRISTOPEL PAINO