TEMPO Interaktif, Bandung - Penemuan batu prasasti yang tak terawat di rumah seorang warga di Kampung Cimaung, Tamansari, Kota Bandung menarik perhatian pejabat pemerintahan kota Bandung. Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Judi Wahyudin yang datang ke lokasi itu meminta semua pihak mengamankan lokasi tersebut agar tidak rusak.
Pejabat lain yang ikut melihat lokasi penemuan prasasti itu adalah Wakil Walikota Bandung Ayi Vivananda. Menurut Ayi, dia telah meminta kepada pemilik rumah untuk menjaga dan merawat batu tersebut. "Pemilik rumah dekat batu prasasti Oong Rusmana, 62 tahun mengatakan akan menolak siapapun yang datang untuk berdoa atau memuja di depan batu tersebut," katanya.
Sebelumnya Judi meminta pengamanan dilakukan dengan cara sederhana oleh warga hingga pengangkatan batu prasasti dari lokasi temuan. Namun sebelum dipindahkan, harus lebih dulu dipastikan benda tersebut kuno dan bernilai sejarah. "Batu perlu diangkat kalau kondisinya membahayakan," ujarnya, Jumat (8/10).
Judi mengatakan, prasasti Cikapundung ini mirip banyak batu bertulis yang tersimpan di Museum Nasional. Namun arkeolog itu belum bisa memastikan angka tahun tulisan dan terkait dengan kerajaan tertentu. "Tulisannya harus dibaca dulu oleh ahli prasasti untuk menafsirkan bentuk huruf dan lokasi kerajaannya," ujarnya.
Batu prasasti yang diduga dari abad ke-14 itu oleh penghuni rumah dilaporkan ke petugas purbakala Bandung pada 2006 lalu. Lokasinya berada di RT 07 RW 07 Kampung Cimaung Kelurahan Taman Sari Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat. Kini batu berukuran lebar hampir dua meter dan tinggi setengah meter dari tanah tersebut mengundang perhatian peneliti benda purbakala, arkeolog, serta warga setempat.
Peneliti madya Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Nandang Rusnandar mengatakan, batu beraksara Sunda kuno tersebut bertuliskan unggal jagat jalma hdap yang berarti setiap manusia di muka bumi akan mengalami sesuatu. Batu bernada peringatan itu diduga sebagai simbol kekuasaan atau batas wilayah suatu kerajaan.
ANWAR SISWADI