TEMPO Interaktif, Jakarta - Rachland Nashidik, Sekretaris Departemen HAM DPP Partai Demokrat mengatakan pembatalan lawatan Presiden Yudhoyono ke Belanda jangan ditiupi jadi sentimen nasionalisme abal-abal.
Rachland mengatakan, bagi Indonesia, Belanda adalah negara sahabat dan hubungan produktif antara dua bangsa tak pernah gagal oleh bayangan masa lalu sejarahnya. Adalah berlebihan bahkan untuk membayangkan RMS seperti 'kerikil dalam sepatu'. "Di Belanda, RMS lebih mirip tikus di rumah keluarga: kecil, sedikit dan tak disukai," katanya dalam siaran pers, Rabu (6/10).
Menurut dia, menafsirkan keputusan Presiden sebagai pernyataan curiga seolah Negeri Belanda telah sengaja memihak RMS, bukan saja terlalu berlebihan namun juga sepenuhnya tak berdasar.
"Keputusan Presiden bisa dimaklumi sebatas upaya untuk menghindarkan Indonesia dari kemungkinan dibawa masuk ke dalam masalah politik aktual di dalam negeri Belanda saat ini," ujarnya.
Dia menilai justru saat ini hubungan RI-Belanda sedang mencapai puncaknya. Ini ditandai oleh pengakuan Kerajaan Belanda pada 2005, setelah puluhan tahun meyakini tafsir sejarah berbeda, bahwa benar kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945.
Lawatan Presiden bila jadi dilaksanakan, kata Rachland melanjutkan, adalah lawatan bersejarah. Sebab pada saat itu kepada Presiden SBY akan diserahkan surat pengakuan resmi Ratu Belanda atas kemerdekaan Indonesia.
"Seperti embun pada kacamata, kesalahpahaman ini harus segera dihapus, karena menghalangi pandangan mata dua bangsa pada hal-hal baik dan produktif yang mereka miliki," katanya.
BASUKI RAHMAT