Mereka menuntut agar PT Minarak Lapindo Jaya segera melunasi pembayaran jual beli lahan dan aset. "Di hari kemerdekaan ini, hak-hak kami masih terjajah," kata koordinator aksi, Zainul Arifin.
Mereka menuntut agar pemerintah segera mengambil alih kewajiban membayar jual beli lahan tersebut. Alasannya, selama lima bulan terakhir pembayaran angsuran sisa jual beli lahan dan aset sebesar 80 persen tersendat. Sebelumnya, setiap bulan PT Minarak Lapindo Jaya mengangsur Rp 15 juta per bulan.
Namun, angsuran tersebut terhenti sejak lima bulan terakhir. Padahal, mereka mengaku sangat membutuhkan uang tersebut untuk membiayai hidup sehari-hari serta menyewa rumah.
Korban Lapindo yang berasal dari Desa Renokenongo, Kedungbendo, Siring, Jatirejo, dan Gempolsari ini menginap dan memasak di depan gedung dewan. Selama aksinya, mereka tetap menjalankan ibadah puasa.
Sedangkan, malam hari mereka tetap melaksanakan ibadah salat tarawih, tadarus bersama membaca Al Quran, dan menjalankan ibadah lainnya secara bersama.
Dalam aksinya, mereka menggelar tikar sambil duduk-duduk bersama. Mereka menuntut agar hak-haknya segera dipenuhi. Ia mengaku sangat membutuhkan uang untuk biaya hidup sehari-hari serta memenuhi kebutuhan menjelang lebaran. Bulan puasa tak menyurutkan niat korban lumpur Lapindo menggelar aksi unjukrasa menuntut hak-haknya.
Vice Presiden PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusala dihubungi Tempo menyatakan permintaan maaf karena tak bisa membayar tepat waktu. Andi berjanji tetap akan memenuhi kewajiban membayar jual beli lahan dan aset tersebut.
Namun, ia mengaku tak bisa melaksanakan kewajibannya karena perusahaan mengalami kesulitan keuangan. "Kita tak lepas tanggungjawab dan lari dari kewajiban ini," katanya.
EKO WIDIANTO