TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata belum mengambil keputusan mengenai 138 ribu unit keramik yang ditemukan dari kapal yang karam di lautan Indonesia.
“138 ribu keramik harus diapakan, kami belum memutuskan,” kata Direktur Jenderal Sejarah dan Arkeologi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Hari Untoro Dradjat, dalam diskusi di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (4/8).
Hari mengatakan, kalaupun 138 ribu keramik itu dibagikan kepada 30 provinsi untuk koleksi museum, sisanya masih banyak. “Kalau digudangkan, perlu biaya lagi,” ujarnya.
Padahal, kata dia, keramik tersebut hanyalah sebagian kecil dari warisan budaya bawah air yang belum terangkat. Menurut dia, masih ada 463 titik di lautan Indonesia yang perlu diamankan. “Itu baru yang terdeteksi, mungkin masih banyak titik lain,” kata Hari.
Berdasarkan data Kementerian Kebudayaan, ada 30 ribu kapal yang pernah berlayar menuju kerajaan selatan di Indonesia. Kapal-kapal tersebut, kata Hari, ada yang tenggelam, ada yang kembali.
Dia mengakui masalah dana masih menjadi hambatan untuk pemetaan, pengangkatan, dan pemeliharaan warisan budaya bawah air itu. Kementerian, kata dia, sebenarnya mempertimbangkan untuk membiarkan kapal karam tetap di laut sebagai in situ reservation. “Tapi, sayangnya, justru kerap diangkat nelayan secara ilegal,” ungkapnya.
Pemerintah kini memilih menyelamatkan titik-titik kapal karam yang sudah diketahui oleh masyarakat. “Bisa dilihat kok dari laporan masyarakat, penjualan barang antik di kawasan tersebut,” ucap Hari.
Menurut Hari, kapal karam sebagai struktur budaya bawah air yang diselamatkan ternyata belum masuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. “Maka, kini dalam proses revisi sehingga kapal karam bisa masuk dan legalitasnya kuat.”
Sementara itu, Direktur Peninggalan Arkeologi Bawah Air Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Surya Helmi, mengatakan pihaknya belum mengecek keberadaan candi bawah laut, yang ramai dibicarakan di jaring sosial Twitter. “Saya sudah dapat dua bulan lalu, tapi perlu dilihat secara telematika foto tersebut," kata Surya.
Sebab, kata dia, tiga foto yang diperolehnya tampak jernih menggambarkan candi yang diberitakan berada di kawasan Laut Bali itu. “Jernih banget, tidak ada ikan. Saya ingin tahu dapat dari mana,” kata dia.
Kementerian Kebudayaan hingga kini belum mengecek keberadaan candi tersebut. “Kalau diberikan titiknya, akan kami cek. Tapi sekarang lokasinya saja kami tidak tahu,” kata Surya.
Dia mengakui, secara nalar, keberadaan candi di bawah laut yang utuh itu sulit diterima. “Jangankan di laut, penemuan candi di darat saja jarang yang ditemukan utuh. Kalau benar, ini fenomenal dan spektakuler karena seperti Atlantis kota yang hilang,” ujarnya.
Hari Untoro Dradjat juga sangsi akan keberadaan candi itu. “Ada pengaruh korosi dan bagaimana kondisi in situ yang ada,” kata dia.
Menurut Hari, bangunan arkeologi berada di bawah permukaan laut biasanya terjadi karena tsunami. Namun, kata dia, situasi tsunami belum pernah terdengar terjadi di Bali.
DIANING SARI