Pada 2007 produksi kayu jati di Jawa Tengah masih sebanyak 250 ribu meter kubik. Pada 2008 turun menjadi 225 ribu meter kubik dan pada 2009 anjlok hanya menjadi 175 ribu meter kubik. "Pada 2010 ini hanya diproyeksi ada kayu jati sebanyak 160 ribu meter kubik," kata Sri Puryono di sela-sela rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Selasa (13/7).
Penurunan produksi kayu ini disebabkan karena aksi penjarahan kayu di hutan yang dilakukan berbagai pihak terutama pada era reformasi tahun 1998. Puncak kerusakan hutan di Jawa Tengah terjadi pada tahun 1998, yakni mencapai 180 hektar. Kerusakan hutan paling parah terjadi pada saat bergulirnya era reformasi 1998.
"Negara mengalami kerugian 147 milyar," Sri Puryono memperkirakan. Karena banyak yang dijarah maka mengakibatkan makin sedikit pohon jati tua yang layak ditebang. Sebab, kayu jati yang layak ditebang minimal harus berumur sekitar 60 tahun.
Pada 2010, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah mentarget lahan hutan seluas 647 ribu hektar yang ada di wilayahnya bisa ditanami pohon seluruhnya. "2010, Jawa Tengah mentarget bisa mencapai program hutan hijau," katanya.
Saat ini, Dinas Kehutanan masih terus menggalakan penanaman pohon. Pohon jati yang ditanam yakni pohon jati plus Perhutani atau yang biasa disebut jati emas. Pohon jenis ini biasanya sudah bisa ditebang pada saat berumur 25 tahun, tidak membutuhkan waktu hingga 60 tahun.
ROFIUDDIN