TEMPO Interaktif, Jakarta - Yohanes Waworuntu akui Hari Tanoe Soedibyo pernah memerintahkan untuk memblokiran akses Sisminbakhum TPI. Sehingga pihak Siti Hardianti Rukmana atau yang biasa dikenal Mbak Tutut tidak bisa mengakses perusahaan tersebut.
Menurut Yohanes, satu atau dua hari sebelum 17 Maret 2005 Hari Tanoe meminta dirinya selaku Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika untuk memblokir akses TPI ke sisminbakhum. Walau Yohanes menyadari bahwa tindakan tersebut merupakan tindak pidana namun karena Hari mengancam akhirnya dia pun meminta kepada Hatono Tanoe Soedibyo untuk memblokir akses TPI tersebut.
"Dia mengancam take it or leave it. Pada saat itu anak saya yang kedua sakit kanker darah. Saya dalam keadaan terdesak sehingga saya setujui. Lalu saya meneruskan perintah itu ke Hartono Tanoe Soedibyo," ujar Yohanes dalam acara jumpa pers di Hotel Ambhara, hari ini (30/6).
Perusahaan tempat Yohanes bekerja, yakni PT Sarana Rekatama Dinamika sendiri adalah rekanan pembuatan proyek Sisminbakum pada Kementerian Hukum dan HAM. Yohanes mengatakan, dia sudah memperingati Hary Tanoe bahwa akses pemblokiran itu harus seizin Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM serta melampirkan penetapan pengadilannya. Namun Hary Tanoe tetap memaksa. "Saya berpikir, saat itu sudah berusia 50 lebih, sementara saya butuh biaya untuk anak saya yang sakit. Makanya saya bilang oke, tapi itu menjadi tanggung jawab dia (Hary Tanoe Soedibyo)."
Saat pihak Mbak Tutut menanyakan perihal tidak bisanya diakses TPI di sisminbakhum itu, menurut Yohanes, Hary Tanoe telah memerintahkan anak buahnya, termasuk dia, untuk mengaku telah terjadi hang di sisminbakhum untuk TPI.
"Tahunya 18 Maret 2005 pagi, Hary memanggil legalnya datang ke Sisminbakhum, dibuka aksesnya dan PT Berkah Usaha Bersama sudah dinyatakan sebagai pemilik saham 75 persen. Langsung berkordinasi dengan Kehakiman dan dalam beberapa jam saja aktanya keluar," katanya.
Pihak Kementerian Hukum dan HAM sendiri pada 18 Maret 2005, mengesahkan pemilik PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia adalah melalui Akta 16 Nomor C-07564.HT.01.04.TH.2005 tertanggal 21 Maret 2005 atas nama PT Berkah Karya Bersama. "Saat Menteri Hukum dan Ham membuat tim untuk meneliti akta 16 itu saya bilang, mana ada pembuatan akta bisa selesai dalam beberapa jam. Itu bisa dilihat dalam lognya."
Deni Kailimang selaku kuasa hukum Siti Hardianti Rukmana mengatakan, proses pengesahan kepemilikan PT. CTPI ke PT Berkah Karya Bersama memiliki cacat hukum secara materil karena melanggar substansi hukum rapat umum pekerjaan saham (RUPS) tidak memenuhi aturan perundangan. "Itu cacat secara formal sehingga proses RUPSnya tidak sah," katanya.
Deni pun menjelaskan, pihak Mbak Tutut bukan baru-baru ini mempermasalahkan proses RUPS yang dianggapnya cacat hukum tersebut. Namun semenjak bergantinya menteri Hukum dan HAM pihaknya melaporkan kembali kasus tersebut. Yang kemudian Menteri Hukum dan HAM membentuk tim untuk menginvestigasi proses peralihan TPI tersebut.
Berdasarkan temuan-temuan Kementerian Hukum dan HAM, maka Dirjen Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM pun mengeluarkan surat bernomor AHU.2.AH.03.04-114A menyatakan bahwa banyak kejanggalan dalam proses peralihan itu. Sehingga Akta 16 itu harus dibatalkan demi hukum. "Itu berarti 100 persen saham TPI kembali ke Ibu Tutut," ujarnya.
MUTIA RESTY