TEMPO Interaktif, Jakarta - Lahan seluas 6 ribu hektare di sepanjang 80 kilometer pantai selatan Nusa Tenggara Barat dalam keadaan terlantar. Lahan yang berada di Kabupaten Lombok Tengah tersebut dikuasai oleh 22 perusahaan calon investor pariwisata dari Jakarta.
Sampai saat ini perusahaan-perusahaan tersebut belum ada tanda-tanda segera memulai usahanya. Karenanya, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah meminta pemerintah pusat membantu segera ditetapkan sebagai tanah terlantar agar warga setempat bisa mengelola kembali.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah Lalu Jazuli mengemukakan adanya lahan terlantar tersebut sewaktu berbicara dalam seminar sehari Road Map Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diselenggarakan alumni Universitas Mataram se-Jabotabek bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Kamis (20/5).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB Lalu Gita Ariyadi mengatakan bias investasi telah menimbulkan konflik dan kerusuhan. Tanah milik dijual untuk kepentingan investasi tetapi penggunaan uangnya untuk konsumtif. Kemudian, adanya warga yang mengadu nasib bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia tidak semuanya sukses. Sementara pembangunan oleh investor tidak kunjung datang.
Pernyataan adanya lahan terlantar tersebut disampaikan menanggapi kerawanan pariwisata akibat terjadinya pertikaian antarwarga. Sebelumnya, anggota DPD asal NTB Inspektur Jenderal (purn) Farouk Muhammad mengutarakan aspek keamanan yang harus dihadapi NTB. "Perlu cara untuk mengingatkan adanya pemikiran sempit yang menyuburkan konflik,’’ ucap Farouk yang pernah menjabat Kepala Polda NTB.
Menurutnya, masalah keamananan berasal dari lingkungan sosial budaya karena adanya prasangka etnis dan agama yang berbeda sehingga menimbulkan konflik. Misalnya di Kabupaten Bima yang berawal dari tradisi tontotan menggunakan tangan kosong kini menjadi pertikaian bersenjata tajam.
SUPRIYANTHO KHAFID