TEMPO Interaktif, Denpasar - Enam orang imigran gelap yang terdampar di Buleleng, Bali Utara, Kamis (20/5) hari ini, diserahkan ke kantor Imigrasi Bali. Mereka yang terdiri dari empat orang asal Afganistan dan dua orang masing-masing dari Pakistan dan Iran itu kini berstus tahanan Imigrasi Bali.
Keenam imigran itu sebelumnya ditangkap petugas Satuan Intelijen Keamanan Kepolisian Resor Buleleng pada Rabu (19/5) pukul 07.00 Wita di Pantai Ponjok Batu, Desa Pacung, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali. ”Tujuan perjalananan sebenarnya adalah untuk mencari suaka di Australia,” kata Kepala Bagian Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Bali Wayan Sudana.
Masyarakat memergoki mereka berada di sekitar pantai dan kemudian melaporkannya ke polisi. Mereka kemudian ditahan karena tidak memiliki dokumen keimigrasian. Dari pengakuan mereka, sebenarnya mereka menaiki sebuah kapal di tengah laut tetapi kemudian enam orang itu menggunakan speed boat untuk pergi ke tepi pantai.
Keempat orang yang berasal dari Afganistan adalah Feda Hussain, 23 tahun; Abdul Azim, 18 tahun; Asadullah, 35 tahun; dan Rohulloh, 20 tahun. Dua orang lainnya berasal dari Pakistan yakni Ali Ghulam, 40 tahun, dan dari Iran adalah Hassan Saadatzadeh, 38 tahun.
Dua di antaranya telah memegang UNHCR Asylum Seeker Certificate atau surat pencari suaka dari UNHCR di Jakarta. Namun, keduanya - Feda Husein, 23, dan Abdul Azim, 18- malah melarikan diri dari penampungan karena tidak sabar menunggu informasi negara yang mau menampungnya.
Ali Ghulam, 40 tahun, salah seorang imigran yang ditahan menyatakan pihak Imigrasi Indonesia telah melanggar hak asasi manusia karena telah menahan mereka dan tidak membiarkan mereka pergi ke Australia. ”Mereka (Imigrasi) telah menahan paspor dan tidak mengijinkan kami melakukan perjalanan,” ujarnya kesal.
Sementara itu Wayan Sudana mengaku masih berkoordinasi dengan UNHCR mengenai nasib para imigran tersebut. ”Bila mereka tidak memenuhi syarat sebagai pengungsi, kami akan melakukan deportasi,” ujarnya.
ROFIQI HASAN