TEMPO Interaktif, Jakarta - Banyaknya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi membuat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ikut angkat bicara. Menurut dia, korupsi bisa terjadi karena tiga sebab: niat, ketidaktahuan, dan iklim sosial yang kurang mendukung. Menteri mengungkap hal itu saat duduk-duduk santai bersama sejumlah wartawan di ruang pers, di kantornya, seusai shalat Jumat (30/4).
"Pertama, korupsi karena niat," kata Gamawan yang tampak rapi dengan batik merahnya itu. Jadi, kata dia, "Jika ada peluang, maka oknum model seperti ini akan memanfaatkan kondisi dan situasi."
Kedua, Gamawan melanjutkan, korupsi karena tidak tahu. Hal itu terjadi mungkin karena minimnya pengetahuan sang kepala daerah tersebut. Jadi, yang bersangkutan tidak sadar telah masuk ke ranah korupsi. "Yang kedua ini kita perlu orientasikan," kata dia.
Ketiga, iklim sosial yang tidak mendukung gerakan antikorupsi. "Iklim sosial kita juga memberi dukungan pada tindak pidana korupsi," kata Gamawan. Misalnya, budaya upeti pada partai politik untuk menjadi bupati atau gubernur. Padahal, setelah jadi bupati, gajinya hanya Rp 6 juta saja, dan gubernur hanya Rp 8,7 juta saja.
"Gaji bupati Rp 6 juta, itu yang minta banyak (setelah terpilih). Lalu, gubernur itu gajinya Rp 8,7 juta, tapi permintaan sumbangan dari mana-mana," kata menteri.
Kondisi seperti itulah yang menjadi salah satu alasan yang mendorong Gamawan untuk mengusulkan agar pemilihan kepala daerah ditunjuk pemerintah saja. Dengan cata itu, tidak perlu harus dipilih semua. Menteri Gamawan berharap, usulannya ini bisa masuk ke revisi Undang-Undang no 32 tahun 2004 nanti.
Baca Juga:
FEBRIANA FIRDAUS