TEMPO Interaktif, Surakarta- Siapa yang tidak kenal Gesang Martohartono, maestro keroncong dari Surakarta, Jawa Tengah? Gesang adalah pencipta lagu Bengawan Solo yang sangat legendaris dan dikenal hingga luar negeri. Lelaki berusia 93 tahun tersebut terus berusaha untuk menjadi warga negara yang baik. Salah satunya, ia ingin menjadi wajib pajak yang taat degan mengantongi Nomor Pokok Wajib Pajak.
“Ya, Pak Gesang saat ini telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,” kata Santosa, salah satu keponakan Gesang, yang tinggal serumah dengan pecipta lagu keroncong kesohor itu. Menurut Santosa, usaha Gesang mengurus nomor pokok wajib pajak tersebut merupakan saran dari produser yang dipercaya untuk menangani lagu-lagunya.
Menurut Santosa, Gesang merasa khawatir dikenai pajak cukup tinggi jika dia tidak memiliki nomor pajak. “Katanya bisa mencapai 30 persen,” kata dia.
Sementara itu, Santosa melanjutkan, jika memiliki nomor pokok wajib pajak, maka Gesang hanya cukup memberikan 15 persen dari pendapatannya yang berasal dari royalti lagu-lagu ciptaannya. Selain itu, Gesang juga ingin menjadi warga negara yang baik, yang taat dalam membayar pajak.
Jika saja lagunya tidak banyak dibajak, menurut Santosa, tentu Gesang mendapatkan royalti yang tidak sedikit. Dengan begitu, ia bisa menyumbang lebih banyak kepada negara. Sayang, kenyataan berkata lain. Lagu gubahan Gesang yang sangat dihormati di luar negeri, justru lebih banyak dibajak di negeri sendiri. Dari beberapa lagu legendaris yang Gesang ciptakan, tidak lebih dari Rp 50 juta yang bisa dia kumpulkan dari royalti yang diterima setiap tahunnya.
Untuk pencipta lagu yang karyanya dikenal hingga di dunia internasional, Santosa melanjutkan, pendapatan sebesar itu terlihat sangat kecil. Jika dirata-rata tiap bulan, Gesang menerima royalti tidak lebih dari Rp 2 juta. “Kenyataannya memang hanya sebesar itu,” kata Santosa.
Selain Bengawan Solo, Gesang juga menciptakan beberapa lagu terkenal, seperti Jembatan Merah, Caping Gunung, Pamitan serta Aja Lamis. Lagu-lagu tersebut sering dinyanyikan oleh sejumlah pihak dalam berbagai pentas komersial.
Dari pendapatan royalti tersebut, menurut Santosa, Gesang harus menyisihkan 15 persen untuk membayar pajak. “Berarti sekitar Rp 7,5 juta tiap tahun,” kata dia, "Sebagian besar royalti itu didapatkan dari lagu Bengawan Solo."
Keluarga Gesang hanya berharap, pajak yang dibayarkan dari royalti lagu yang telah menjadi milik bangsa tersebut dikelola secara benar. “Kami mohon jangan dikorupsi,” kata Santoso. Gesang, yang saat wawancara berlangsung duduk di samping Santosa terlihat manggut-manggut membenarkan.
AHMAD RAFIQ