Aktivitas penambangan batu bara di Pulau Bunyu Bulungan, kata Izal, sudah mulai terdeteksi Walhi Kalimantan Timur sejak 2007. Ketiga perusahaan itu adalah PT. Garda Tujuh Buana (1.995 hektare), PT. Lamindo Inter Multikon (1.000 ha) dan PT. Mitra Niaga Mulya / PT. Adani Global (1.900 ha). Total luas izin konsesi adalah 4.928 hektare atau hampir 50 persen dari seluruh luasan Pulau Bunyu.
Aktivitas-aktivitas itu, menurut Izal, berdampak pada semakin buruknya kualitas lingkungan dan terancamnya kawasan hutan yang ada di Pulau Bunyu. Kerusakan itu, Izal mengatakan, melanggar Undang Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Izin pinjam pakai di dalam kawasan hutan lindung, menurutnya, juga harus seizin Menteri Kehutanan dengan persetujuan DPR RI.
“Pelanggaran atas kedua pasal ini merupakan tindakan pidana dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 5-10 miliar,” tuturnya.
Iza l menjelaskan, hanya 13 perusahaan tambang di Indonesia yang mendapat izin pembukaan kawasan hutan lindung sesuai Kepres No. 41 Tahun 2004. Dari perusahaan tersebut, dua diantaranya berlokasi di Kalimantan Timur yaitu PT Interex Sacra Raya dan PT. Indominco Mandiri. Izal mengaku sudah melaporkan pelanggaran yang dilakukan Bupati Bulungan ke polisi sejak Februari lalu.
Bupati Bulungan, Budiman Arifin, menolak menanggapi tudingan dari Walhi Kalimantan Timur. Dia hanya mengatakan, pertambangan di Pulau Bunyu ada kaitannya dengan rival politiknya yang saat ini ikut maju dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Bulungan Juli mendatang. “Bila saya menanggapi (sekarang) dianggap menjelekkan saingan dalam Pilkada Bulungan. Nanti saja usai pilkada,” kata dia
SG WIBISONO