Hal ini diungkapkan Sudibyo menanggapi isu tak sedap yang mengatakan Muhammadiyah menerima uang sebesar Rp 3,6 milyar dari Bloomberg Initiative untuk mengeluarkan fatwa haram rokok.
Menurut Sudibyo, lembaganya sama sekali tidak mengenal Bloomberg Initiative.
Dana sebesar itu, kata Sudibyo, digunakan untuk membangun komitmen bersama untuk menciptakan udara yang sehat. Selain itu lembaganya juga menggunakan bantuan tersebut untuk advokasi publik untuk perundang-undangan yang pro terhadap udara sehat.
Kata Sudibyo mengatakan majelis Tarjih yang mengurusi fatwa adalah terpisah dari divisi kesehatan yang dia pimpin. Majelis Tarjih, kata dia, tidak pernah mendapatkan uang untuk menerbitkan fatwa haram rokok. "Tidak ada logikanya fatwa dibayar," katanya.
Dalam kesepakatan yang dijalin di Yogyakarta 8 Maret lalu, Muhammadiyah memfatwakan rokok haram. Padahal sebelumnya selama bertahun-tahun Muhammadiyah berfatwa rokok hukumnya mubah atau dibolehkan.
Menurut Sudibyo, proses penyusunan fatwa adalah kegiatan rutin tahunan Muhammadiyah. Kegiatan ini melibatkan 20 orang dari Majelis Tarjih dengan biaya minimal. "Cukup dibiayai dengan satu kilo gula dan kopi untuk begadang," ujar dia.
Dalam sejarahnya, kata dia, Muhammadiyah telah 20 tahun mengusulkan fatwa haram itu. Selain itu, kata dia, seluruh Rumah Sakit Muhammadiyah di Indonesia telah mengeluarkan larangan merokok di areanya.
Kesadaran menciptakan udara bersih, kata dia, adalah amanat dari Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang. "Silakan baca UUD 1945 Pasal 28H, UU Hak Azasi Manusia Ayat 9, dan UU Kesehatan Pasal 113."
Dengan fatwa haram merokok, Sudobyo optimistis bisa melindungi generasi muda dari bahaya asap rokok dan kecenderungan mengkonsumsi rokok. "Ada 85 juta generasi muda Indonesia bisa terselamatkan dengan fatwa haram rokok," katanya.
Sudibyo menuding ada motif terselubung di balik berita yang menyudutkan lembaganya. Motif yang dia maksud adalah pengalihan isu dari masalah kesehatan ke masalah nasionalisme. "Ada kesan dialihkan isu substansi Undang-Undang Dasar ke isu anti-luar negeri."
ANTON WILLIAM