TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketegangan lazimnya meruap dalam tiap sidang uji materi Undang-undang Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi. Pihak pemohon, yang ingin sejumlah pasal beleid itu dicabut, berhadapan dengan pihak terkait yang berkukuh aturan tersebut masih diperlukan.
Hari ini nuansa berbeda terasa ketika budayawan Emha Ainun Nadjib hadir. Pria humoris yang akrab disapa Cak Nun itu didapuk Mahkamah Konstitusi untuk bersaksi sebagai ahli. "Saya dituduh sebagai ahli ini kesalahan serius dari MK. Tapi Pak Mahfud yang minta saya, beliau orang Madura, agak takut saya sama orang Madura," ucapnya saat memberi keterangan di Mahkamah Konstitusi, Jumat (12/3). Hadirin kontan tertawa mendengar Cak Nun melontarkan canda terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md.
Guyon segar terus mewarnai keterangan Cak Nun. Misalnya, saat ia berkisah apa yang terjadi jika masyarakat begitu mempermasalahkan identitas. "Ada yang kecelakaan, sebelum ditolong ditanya dulu, Islam atau bukan? Kalau Islam, NU (Nahdlatul Ulama) apa Muhammadiyah? Lalu NU Madura atau bukan? NU PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) apa PPP (Partai Persatuan Pembangunan)? Sampai mati itu orang malah nggak ditolong," tuturnya dengan ekspresi datar meski disambut tawa pendengarnya.
Ia lantas menyebut diri tak keberatan disebut kafir. "Saya disebut kafir malah Alhamdulillah, sama seperti sekolah nggak lulus-lulus, jadi belajar terus. Saya belum berani menyebut diri muslim, apalagi bilang saya ngganteng," candanya lagi.
Cak Nun menyatakan beleid yang diuji sudah tak tepat karena menyakiti umat, namun jika dicabut pun ia khawatir masyarakat justru bakal bentrok lagi. Ia meminta para pemangku kepentingan berdialog untuk menyusun aturan yang lebih sempurna.
Dia berharap Mahfud bisa turut serta dalam dialog itu. "Pak Mahfud ini paling ahli, kalau orang Jombang pasti nggak berani, tapi karena dia orang Madura, (dia) berani," ucapnya dengan nada bercanda. Mahfud sendiri hanya geleng-geleng sembari tersenyum.
BUNGA MANGGIASIH