Kedua bocah itu mengalami katarak sejak dilahirkan. Kondisi paling parah dialami Raditya. Selain katarak, syaraf penglihatannya terganggu yang menyebabkan kedua bola matanya berputar.
Sebelumnya, di Dusun tersebut juga ditemukan seorang bocah penderita gangguan hati kronis bernama Fauzi Ramadhan (5,5 tahun).
Ketiga bocah tersebut kini bernasib sama. Keluarganya tidak memiliki biaya untuk ongkos transpor dan biaya hidup selama di Surabaya. “Suami cuma jadi koki,” kata Sampir Mariati, 25 tahun, ibu Raditya kepada Tempo, Jumat (5/3).
Menurut Sampir, anaknya membutuhkan lensa mata bagian kiri supaya dapat melihat. Sedangkan, lensa mata kanan dan pengangkatan lendir pernah dibiayai oleh salah satu yayasan anak cacat di Kabupaten Jember.
Reni Anggraeni, bidan desa setempat, mengatakan, rencananya ketiga bocah itu akan diberangkatkan bersama-sama ke Surabaya. Biaya perawatan ditanggung melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah (Jamkesmasda). Namun, karena keluarga tidak memiliki uang transpor dan biaya hidup di Surabaya, ia akan meminta bantuan Dinas Sosial. “Masih akan kami ajukan,” katanya.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Farmasi Dinas Kesehatan Banyuwangi Juwana Sujuswa mengatakan, Dinas Kesehatan tidak menanggung biaya transportasi dan biaya hidup pasien yang dirujuk melalui Jamkesmasda. Sebab pos anggaran tersebut berada di Dinas Sosial. “Kewenangannya sendiri-sendiri,” ujarnya.
Namun berdasarkan hasil kordinasi, kata Juwana, Dinas Sosial juga tidak memiliki anggaran karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 Kabupaten Banyuwangi belum cair. “Masih diupayakan cara lain.”
Asisten Sosial Ekonomi Pemerintah Kabupaten Banywangi Herman Sulistyo berjanji untuk mengupayakan anggaran untuk ketiga bocah tersebut. IKA NINGTYAS.