TEMPO Interaktif, Surakarta -Hari ini, lidah para wartawan yang meliput di kantor Walikota Surakarta mendadak kelu. Itu semua lantaran Walikota Surakarta Joko Widodo mulai menerapkan aturan baru. Setiap hari Jumat, seluruh pegawai negeri di lingkungan pemerintah kota Surakarta, wajib berbahasa Jawa saat berkomunikasi satu sama lainnya. Aturan itu juga berlaku bagi wartawan yang hendak mewawancarai Joko. Persoalan muncul ketika sebagian besar wartawan ternyata tidak lancar berbahasa Jawa halus.
Seperti yang terjadi ketika Joko meladeni kesempatan wawancara perdana dengan bahasa Jawa, di sela-sela peresmian puskesmas pembantu II di Joyotakan, Kecamatan Serengan, Jumat (19/2) pagi. Para wartawan sudah berkumpul dan mengelilingi Joko. Namun tidak ada satupun yang berani memulai wawancara.
Sebab Joko sudah mewanti-wanti, bahwa pertanyaan yang diajukan dalam bahasa Indonesia tidak akan dilayani. Bahkan ketika ada kata-kata yang salah atau kurang pas, walikota yang juga pengusaha mebel ini tetap menolak menjawab. “Kulo mboten ajeng njawab," (saya tidak akan menjawab),” tuturnya, kepada wartawan.
Alhasil, selama 15 menit pertama para wartawan sibuk mereka-reka kalimat pertanyaan yang pas. Berulang kali pertanyaan tentang rencana pembatasan menara pemancar telepon seluler disampaikan dalam bahasa Jawa. Namun semua upaya itu tidak berhasil karena masih saja ada kata-kata yang salah. Akhirnya, setelah dirasa sudah terlalu lama, Joko pun melunak.
Dia lantas mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada rencana pembatasan menara pemancar telepon seluler. “Dereng wonten rencana amargi dereng wonten payung hukum (belum ada rencana karena belum ada payung hukum),” jelasnya. Tanpa payung hukum, lanjutnya, justru akan menuai persoalan baru.
Salah seorang wartawan televisi lokal di Surakarta, Dimas Hendrato, mengaku pusing dengan kebijakan baru tersebut. Sebab, dia harus menerjemahkan pernyataan Joko dalam bahasa Indonesia. “Setelah itu, masih proses dubbing. "Ini merepotkan,” tuturnya. Dia sendiri berencana meniadakan pernyataan langsung sang Walikota dalam naskahnya.
Sementara Bagus Aji mengatakan tidak keberatan dengan keharusan wawancara berbahasa Jawa. “Karena saya lumayan lancar berbahasa Jawa,” jelas wartawan senior sebuah media cetak tersebut.
Joko menegaskan, ketentuan berbahasa Jawa tidak hanya saat wawancara. Namun juga ketika memimpin rapat-rapat kedinasan.
Wakil Walikota Surakarta Hadi Rudyatmo mengaku tidak khawatir jika nantinya wartawan salah tulis karena salah mengartikan. Dia menyarankan hasil saduran ke bahasa Indonesia disampaikan ulang ke narasumber agar tidak salah persepsi. Lagipula, lanjutnya, tidak harus menggunakan bahasa Jawa halus. “Jawa ngoko inggih pareng (Jawa kasar juga boleh),” terangnya.
Dia menambahkan, kebijakan tersebut untuk menghidupkan kembali pemakaian bahasa Jawa di masyarakat. Dia menyatakan setelah dilaksanakan perdana hari ini, akan diterapkan seterusnya.
UKKY PRIMARTANTYO