TEMPO Interaktif, Jakarta – Kementerian Dalam Negeri menyatakan rekomendasi Majelis Rakyat Papua tak bisa digunakan dalam pemilihan kepala daerah di Papua. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan, rekomendasi MRP hanya berlaku untuk pemilihan gubernur dengan sistem pemilihan melalui DPRD.
“Berdasarkan Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sistem pemilihan melalui pemilihan langsung,” kata Saut di kantornya, Jakarta, Rabu (27/1).
Sebelumnya, Majelis Rakyat Papua mensosialisasikan Keputusan Kultural MRP. Isinya, calon bupati/wali kota harus orang asli Papua.
Menurut Saut, perlu ada revisi Undang-undang No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Undang-undang itu memang memberikan peran pada MRP dalam menentukan calon gubernur. Yaitu, MRP memberi pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur kepada DPRD. Jadi, tak ada pengaturan kewenangan MRP soal bakal calon bupati/wali kota,
Saut mengingatkan, ketentuan itu tak berlaku untuk bupati atau wali kota. Lagi pula, istilah orang Papua asli tak berarti orang tersebut merupakan warga rumpun Melanesia dari suku-suku di Papua. Dalam Undang-undang Otonomi Papua juga disebutkan, orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat juga termasuk orang asli Papua.
Karena itu, Saut melanjutkan, rekomendasi MRP tak bisa dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Apalagi, sampai saat ini belum ada peraturan daerah khusus yang mengatur kewenangan MRP.
Keputusan Kultural MRP juga tak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. “Kalau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, peraturan itu harus batal demi hukum,” ujarnya.
PRAMONO