TEMPO Interaktif, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI menyatakan pembobolan anjungan tunai mandiri di sejumlah daerah tak terkait dengan pembobolan di Bali. Dari 13 tersangka, hanya Franciscus dan Yudha yang diduga masih terkait dengan sindikat Bali.
"Ada hubungan antara orang yang ditangkap di Jakarta dengan kasus di Bali," kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ito Sumardi di kantornya, Rabu (27/1).
Fransiscus ditangkap di Jakarta pekan lalu oleh tim dari Bareskrim Mabes Polri. Kawan Fransiscus, Yudha, juga dijadikan tersangka. Saat ini polisi masih memburu Yudha.
Keduanya diduga membobol uang nasabah menggunakan kartu ATM palsu dengan data yang dicuri dari kartu asli lewat skimmer. Fransiscus dan komplotannya diduga mencuri data ribuan kartu ATM.
Adapun dalam kasus di Samarinda, Kalimantan Timur, misalnya, tersangka membobol dana menggunakan kartu debit Bank BNI asli. Tersangka tercatat sebagai nasabah BNI. Dengan kata lain, tersangka tak membobol dana nasabah, tapi kas Bank BNI.
Caranya, tersangka bertransaksi di sebuah hotel menggunakan kartu debit. Tapi kartu tersebut tak digesek dengan electronic data capture atau EDC milik BNI, melainkan milik bank lain.
Bila menggunakan alat gesek bank lain, mestinya pihak hotel menunggu persetujuan secara elektronik dari Bank BNI untuk meloloskan transaksi. Tapi, kata polisi, karyawan hotel dengan sengaja meloloskan transaksi tanpa persetujuan BNI.
Setiap bulan bank yang alat geseknya digunakan oleh tersangka lantas meminta tagihan kepada BNI. Selama delapan bulan, BNI diduga dibobol Rp 4,7 miliar.
Menurut polisi, tersangka kerap melakukan pencairan tunai ketika bertransaksi menggunakan kartu debitnya. Uang tersebut sebagian dibagikan ke karyawan hotel.
Pada kasus di Kalimantan Timur, polisi menetapkan pemilik kartu, Syamsir Alamsyah, sebagai tersangka. Enam karyawan Hotel Grand Victoria, tempat Syamsir kerap bertransaksi, juga dijadikan tersangka.
ANTON SEPTIAN