TEMPO Interaktif, Jakarta - Kendati keamanan di Aceh sudah kondusif, masih ada beberapa permasalahan dan hambatan dalam pemeliharaan perdamaian di Bumi Serambi Mekkah tersebut. Hal itu disampaikan oleh Inspektur Jenderal Drs Budi Utomo, Ketua Desk Aceh di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, dalam seminar yang bertema 'Bina Perdamaian di Aceh: Memacu Pembangunan, Mencegah Konflik'.
Seminar tersebut difasilitasi Aceh Recovery Forum (ARF) yang didukung oleh USAID-Serasi di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Senin (25/01) sore. Acara itu sekaligus memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh sembilan peneliti yang tergabung dalam Aceh Peace Advisory Committee (APAC).
Budi Utomo yang juga Deputi V di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Bidang Keamanan Nasional mengatakan pihaknya mendeteksi beberapa permasalahan dalam pemeliharaan damai Aceh dan kemudian menyiapkan atensi dan solusinya.
Menurut Budi, beberapa masalah yang muncul adalah masih adanya hambatan sinkronisasi antara pusat dan daerah Aceh. Selanjutnya adalah adanya kesenjangan sinergi di antara kelompok-kelompok yang peduli terhadap masalah Aceh, disebabkan oleh banyaknya kepentingan. "Ada juga permasalahan kelompok pascakonflik, seperti KPA, PETA, Forkab dan kelompok lainnya," ujar Budi.
Tuntutan pemekaran provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS) juga masih menjadi masalah tersendiri. Selain itu masih adanya kekerasan bersenjata di Aceh dan munculnya tuntutan implementasi Kesepakatan Damai (MoU) Helsinki dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Atensi dan solusinya, kata Budi, adalah perlunya peningkatan komunikasi antara pusat dan Aceh demi penjabaran UUPA dan kebijakan lainnya. "Juga perlu memikirkan bagaimana mendudukkan bersama stakeholder di tingkat elite," ujar dia.
Penataan dan pemberdayaan organisasi masyarakat di Aceh juga harus dilakukan. Selain pembinaan, pendidikan dan penyaluran tenaga kerja terhadap mantan kombatan, terkait pemerataan pembangunan di Aceh. Semua elemen masyarakat juga terus didorong lebih banyak berbuat untuk perdamaian Aceh.
Sementara itu Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal pada Bappenas, Suprayoga Hadi, mengatakan memang disadari belum seluruh amanat nota kesepahaman MOU Helsinki telah terlaksana. "Namun bukan berarti program reintegrasi dan pembangunan perdamaian mengalami stagnasi," ujar dia.
Pihaknya mengharapkan agar Tim APAC dapat terus melakukan inventarisasi hal-hal yang belum terlaksana di Aceh, serta memberikan masukan dan rekomendasi dan juga memberikan pengawalan proses penyelesaiannya, guna penguatan perdamaian di Aceh.
Sementara itu, Dr Rizal Sukma yang menjadi juru bicara Tim APAC mengatakan pihaknya masih mencari masukan dari berbagai pihak untuk melengkapi hasil kajian dan analisis tentang penguatan perdamaian dan pembangunan Aceh.
"Acara ini adalah bagian untuk melengkapi laporan. Nantinya rekomendasi akan disampaikan untuk ditindak-lanjuti oleh pemerintah pusat dan Aceh maupun lembaga donor," ujar Direktur Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu.
Dalam seminar tersebut, turut hadir beberapa anggota Forbes Aceh DPR RI, tokoh Aceh di Jakarta, unsur LSM dari Aceh dan Jakarta serta beberapa perwakilan negara sahabat dan donor.
ADI WARSIDI