TEMPO Interaktif, Slawi - Ancaman guru swasta Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, untuk mogok mengajar benar-benar dibuktikan. Mereka telah meninggalkan sekolah masing-masing mulai Kamis, (14/1) pagi.
“Keputusan mogok ini dilakukan secara serempak di sekolah swasta yang ada di Tegal,” ujar Ketua Forum Guru Swasta Kabupaten Tegal, Fatah Yasin, saat ditemui di tenda keprihatinan yang digelar di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat.
Baca Juga:
Ia mengaku telah mengimbau semua guru swasta untuk melakukan pertemuan ditenda keprihatinan yang digelar di halaman gedung Dewan Kabupaten Tegal, sebelum tuntutan kenaikan tunjangan insentif dari Rp 150 ribu menjadi Rp 250 ribu benar-benar dikabulkan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal.
Menurut Fatah, aksi mogok ini juga diwarnai intimidasi dari sejumlah orang yang tidak sepakat dengan gerakan Forgusta. Hal ini dibuktikan banyaknya aduan dari anggota Forgusta yang diancam tidak mendapatkan tunjangan profesi, tunjangan fungsional, hingga pemecatan dari yayasan sekolah.
“Tapi ancaman ini tak mengendurkan semangat juang para guru swasta, bahkan ada 20 anggota Forgusta yang siap melanjutkan aksi mogok makan,” ujar Fatah yang mendampingi sekitar 800 orang guru swasta yang melakukan mimbar bebas di halaman gedung Dewan Kabupaten Tegal.
Hasil pantuan Tempo, di sejumlah sekolah milik yayasan swasta di Kabupaten Tegal banyak ditinggalkan oleh muridnya yang pulang sebelum waktunya. “Semua kocar-kacir, karena guru yang hadir di sekolah cuma tiga orang,” ungkap Agus Salim, Wakil Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro, Kabupaten Tegal saat ditemui di kantornya.
Ia mengaku sengaja membiarkan sejumlah guru yayasan yang mogok sebagai sikap toleransi terhadap perjuangan para guru swasta. Meski begitu, Agus meminta sejumlah guru yang ada tetap mengajar siswa kelas tiga yang hendak mengikuti ujian akhir ada bulan Februari mendatang.
“Hanya kelas satu dan dua yang dipulangkan, karena kelas tiga harus mempersiapkan ujian,” katanya.
Menurut Agus, dari jumlah siswa SMK Diponegro yang mencapai 575 anak, hanya tinggal 35 yang masih bertahan, sedangkan siswa SMA Diponegoro yang berada dalam satu komplek tinggal 100 siswa yang bertahan. “Sebanyak 130 siswa lain telah bubar karena gurunya ijin mogok,” ujar tegas Agus.
EDI FAISOL