TEMPO Interaktif, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak pemerintah segera melaksanakan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat tentang pembentukan pengadilan HAM ad hoc dalam kasus penghilangan aktivis pada 1997-1998.
“Kami menagih utang pemerintah yang belum dibayar,” tegas Ketua Komisi Ifdhal Kasim di kantornya, Kamis (10/12).
Menurut Ifdhal, pembentukan pengadilan HAM ad hoc dalam kasus tersebut akan memberi harapan dalam penegakan kasus-kasus hak asasi selanjutnya di negeri ini. Sebab, selama ini belum pernah ada kasus pelanggaran hak asasi yang dibawa ke pengadilan.
Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan rekomendasinya pada sidang paripurna 28 September lalu. Tapi sejak rekomendasi keluar, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai buang badan.
“Tak ada respons dari Presiden. Padahal, rekomendasi DPR terang-benderang,” tambah Wakil Ketua Komisi Ridha Saleh.
Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang, Mugiyanto, juga mendesak Presiden segera melaksanakan rekomendasi tersebut. Mugiyanto, yang juga korban selamat penculikan pada 1998, mengingatkan, Presiden dan Kejaksaan Agung tak bisa lagi mengelak bahwa tak ada dukungan politik dalam membentuk pengadilan tersebut.
“Rekomendasi disahkan dalam sidang paripurna, bukan keluar dari Panitia Khusus semata,” ujarnya.
Ifdhal menambahkan, pengadilan HAM dibentuk untuk menyeret otak penculikan aktivis pengadilan sehingga dalih Kejaksaan bahwa tak bisa mengadili pelaku karena pernah diadili di pengadilan militer gugur. “Ada yang belum diadili, yaitu atasan mereka,” tandasnya.
ANTON SEPTIAN