TEMPO Interaktif, Kediri - Kantin kejujuran Mustika milik Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kediri berjalan terseok-seok. Sejak didirikan pada tanggal 9 Desember tahun 2008 lalu kantin tersebut kerap mengalami kerugian.
Koordinator Badan Konseling SMAN 1 Kediri yang juga pengelola kantin Mustika Ulfatul Mufida mengatakan upaya menumbuhkan kejujuran di kalangan pelajar melalui kantin kejujuran masih cukup panjang. “Selalu ada oknum di tengah ratusan siswa yang jujur,” katanya kepada Tempo, Rabu (9/12).
Ulfa menuturkan kantin yang didirikan dengan memanfaatkan satu sudut ruang guru yang tak terpakai ini diawali dengan modal Rp 1 juta. Dana tersebut dikelola untuk membeli peralatan pajangan dan mengisi dagangan senilai masing-masing Rp 500 ribu. Menurut Ulfa pendirian kantin itu tidak dipersiapkan secara maksimal untuk mengejar momentum peringatan Hari Anti Korupsi.
Sejak dibuka oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kediri Arifin Bachroedin satu tahun silam, kantin tersebut mulai menuai persoalan. Satu per satu pengelola kantin menemukan ketidakcocokan antara nilai uang yang ada dengan barang yang terjual. “Pada awalnya kami masih mentolerir kondisi ini,” kata Ulfa.
Berdasarkan pengakuan sejumlah siswa, mereka mengaku kesulitan mendapatkan uang kembalian dari kotak yang disediakan. Sebab sesuai fungsinya untuk menumbuhkan kejujuran, kantin tersebut memang tidak dilengkapi petugas jaga. Setiap pembeli diminta membayar dan mengambil uang kembalian di tempat yang disediakan. Bahkan tempat uang tersebut diletakkan secara terbuka.
Diawali dengan hilangnya uang transaksi yang tersedia, satu per satu tindak penyimpangan terjadi di kantin mungil tersebut. Bahkan seorang siswa terpergok tengah mengambil uang hasil penjualan yang dibiarkan terbuka. Saat itulah Ulfa memutuskan menempatkan uang transaksi ke dalam kotak tertutup dan mewajibkan pembelinya membayar dengan uang pas.
Hingga satu tahun usia kantin Mustika ini berjalan, Ulfa mengaku tidak mampu menghitung nilai kerugian yang telah terjadi. Namun demikian dia optimis kantin ini bisa bertahan selamanya. Apalagi oknum pencuri dari siswa setempat sangat sedikit. Selain itu sejumlah pelaku yang terpergok juga bukan siswa SMAN 1. “Resikonya sekolah harus nomboki terus,” kata Ulfa tertawa.
HARI TRI WASONO