Camat Geumpang, Saiful Zuhri, kepada Tempo, Rabu (28/10), mengatakan kawanan gajah tersebut telah mulai merusak perkebunan warga sejak sebulan lalu. Tetapi dalam seminggu terakhir, gajah mulai merusak rumah warga. “Ada rumah warga yang dirusak di Desa Pulo Lhok,” ujar dia.
Menurut Saiful, setidaknya ada tiga rumah yang telah dirusak gajah di sana. Selain itu, gajah juga merusak sekitar belasan hektare sawah dan kebun milik warga. Warga saat ini mulai khawatir karena gajah kerap turun dari hutan dan menganggu perkampungan warga secara tiba-tiba.
Baca Juga:
Saiful mengatakan, pihak dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh dan Flora Fauna Indonesia serta pemerintah kabupaten sudah turun tangan menangani hal tersebut. Gajah-gajah tersebut sulit dikembalikan ke habitatnya, karena ekologi mereka yang sudah terganggu. Selain itu, gajah itu juga tidak bisa dipastikan kapan akan keluar hutan.
“Kata orang FFI kepada saya, butuh waktu untuk mengusir gajah-gajah itu. Persoalan utamanya adalah karena gajah merasa terganggu habitatnya,” kata Saiful.
Sementara itu, Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Abubakar Chek Mat, mengatakan pihaknya tetap berupaya mengusir gajah-gajah yang masuk permukiman penduduk agar kembali ke hutan belantara.
Menurut Abubakar, gangguan gajah tersebut terjadi akibat orang yang masuk hutan. Perambahan hutan termasuk hutan lindung yang kian marak di Aceh, sehingga gajah marah. “Jadi wajar kalau gajah masuk kampung karena jalur lalulintas gajah telah rusah jadi perkebunan,” kata dia.
Abubakar menilai penanganan yang paling tepat adalah bukan mengusir gajah, tetapi mengusir manusia agar tak lagi masuk ke hutan. Sehingga terciptanya suasana gajah dan manusia bisa hidup berdampingan.
Selain di Kabupaten Pidie, menurut pengamatan pihak Badan Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, gajah juga mulai merambah kampung di desa-desa yang berbatasan dengan hutan dalam wilatah Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan dan Aceh Timur.
ADI WARSIDI