TEMPO Interaktif, Batu - Pemerintah Kota Batu bertekad menggiatkan lagi penanaman buah kesemek (Diopyros kaki L.) yang kini terancam punah karena mayoritas berusia tua dan sedikitnya petani yang mau menanamnya. Selain kesemek, penanaman kopi juga akan digiatkan lagi.
Menurut Hendro Prasetyo, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, lahan penanaman kesemek diusahakan diperluas sehingga tak terpusat di Desa Tulungrejo, Kecamatan Junrejo, saja. Kesemek Junggo merupakan kesemek terbaik di Jawa Timur dan Indonesia, bahkan termasuk terbaik di Asia, yang dibudidayakan sejak 75 tahun lampau.
Dinas Pertanian sedang mengupayakan penyediaan bibit sebanyak minimal 10 ribu bibit untuk dibagi-bagikan kepada petani di saat musim hujan yang diperkirakan mulai Oktober nanti. Disediakan Rp 50 juta untuk pengadaan dan pendistribusian bibit. Dananya bersumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Penyediaan bibit untuk mengantisipasi kepunahan kesemek karena kebanyakan kesemek sekarang sudah berusia tua. Kalau semua bisa tumbuh diharapkan kejayaan kesemek dari Batu pulih dengan produksi yang meningkat pula,” kata Hendro kepada Tempo, Selasa (15/9).
Misdiarno, salah seorang pedagang pengepul kesemek di Junggo menambahkan, kesemek biasa dipanen pada April-Juli. Hasil panen diekspor ke Singapura lewat Surabaya. Singapura telah menjadi negara tujuan ekspor kesemek asal Junggo sudah berlangsung sejak 1983 dengan volume rata-rata 30-40 ton per musim.
Di pasar Singapura, kesemek Junggo bersaing dengan kesemek dari Malaysia, Jepang, dan Israel. Selain kesemek dari Junggo, pasar Singapura juga menerima kesemek dari Garut, Jawa Barat, serta Magetan, Jawa Timur.
Harga kesemek di tingkat petani berkisar Rp 3.000-3.500 per kilogram. Sedangkan harga kualitas super untuk ekspor Rp 5.000-7.000 per kilogram. “Syukurlah kalau pemerintah mau menggalakkan lagi penanam kesemek agar petani-petani di sini pun bergairah lagi,” kata Misdiarno kepada Tempo.
Ironisnya, kendati kesemek Junggo sudah terkenal, tapi tak banyak petani yang sudi menanamnya gara-gara kurang diterima pasar lokal. Konsumen tak menyukai rasa kelat atau sepat pada kesemek. Hanya ada sekitar 20 petani di Junggo yang memiliki pohon kesemek. Total populasi kesemek sekitar 1.000 pohon yang ditanam di lahan seluas sekitar 2,5 hektare dan berumur di atas 25 tahun.
Miskan, seorang petani berusia 60 tahun, berharap pada Dinas Pertanian untuk tidak hanya menyediakan bibit, tapi juga mengajarkan teknik terbaru menanam kesemek. Pasalnya, kata Miskan, kesemek tergolong tanaman yang sangat susah ditanam. Kesemek tumbuh baik pada ketinggian antara 1.000 sampai 1.500 meter dengan curah hujan tinggi.
“Teknik menanam kesemek itu tak ada yang baru. Cara bertanam kesemek kami dapatkan secara turun-temurun dari para orang tua kami. Harusnya pemerintah terlibat membantu dari sisi teknologi pertaniannya; enggak hanya bisa menyediakan bibitnya,” ujar Miskan berharap.
Selain menyediakan bibit kesemek, Dinas Pertanian juga sedang berusaha menyediakan 10 ribu bibit kopi arabika senilai Rp 150 juta yang akan dibagikan kepada para masyarakat. Sama seperti kesemek, biaya pengadaan bibit kopi juga berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Pembagian bibit ditujukan untuk membangkitkan kembali pamor kopi Batu agar sama terkenal dengan apel dan jeruk sebagai komoditas pertanian andalan Kota Batu, sekaligus untuk menjaga lingkungan dengan memperlakukan tanaman kopi sebagai tanaman tegakan.
ABDI PURMONO