TEMPO Interaktif, Jakarta - Pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi di tiap kabupaten/kota dinilai justru akan menjadi bumerang bagi upaya pemberantasan korupsi.
"Karena pengawasan Mahkamah Agung sangat lemah," kata Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho saat dihubungi Tempo, Sabtu (29/08).
Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menyepakati pembentukkan pengadilan tindak pidana korupsi di tiap kota atau kabupaten. Keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi di tiap kota dinilai perlu untuk menjangkau kasus-kasus korupsi di daerah.
Namun Emerson mengatakan keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi di tiap kota justru akan menyulitkan pengawasan. Apalagi, kata Emerson, "Kinerja Mahkamah Agung dalam hal pengawasan sangat lemah."
Akibatnya niat baik menjangkau kasus-kasus korupsi di daerah justru akan memperlemah pengadilan korupsi. "Ke depan kinerja pengadilan tindak pidana korupsi akan seperti pengadilan umum," kata Emerson.
Kendala lain yang akan dihadapi jika pengadilan tindak pidana korupsi dibentuk di tiap kota adalah pengadaan hakim adhoc. Emerson menghitung sedikitnya dibutuhkan 270 hakim ad hoc. "Ini soal keuangan juga, apalagi kemarin ada hakim yang belum dibayar gaji ke-13," kata Emerson.
Panitia Kerja, kata Emerson, seharusnya tak langsung menyepakati pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi di tiap kota. Pembentukkan pengadilan harus dilakukan bertahap. "Harusnya dilakukan berangsur," kata Emerson.
DWI RIYANTO AGUSTIAR