Perubahan atau amandemen, lanjut dia, merupakan kebutuhan demi mewujudkan pemerintahan yang demokratis. "Empat perubahan sebelumnya juga ditujukan untuk itu dan manfaatnya jelas terasa. Masyarakat tak akan bisa memilih wakil dan presidennya secara langsung kalau tak ada amandemen itu," ujar Saldi. Begitu juga dengan pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum.
Saldi menolak jika empat kali amendemen UUD 1945 disebut sering. "Tidak juga. Berapa kalipun selama dibutuhkan tidak apa-apa. Susilo Bambang Yudhoyono bisa jadi presiden kan karena ada amandemen ini," ujar dia.
Sebelumnya saat berpidato di depan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden Yudhoyono mengingatkan agar amandemen UUD 1945 tak dilakukan setiap saat.
Saldi juga mengingatkan bahwa sebelumnya Yudhoyono pernah berjanji akan membentuk tim khusus untuk mengkaji UUD 1945. "Dulu presiden berjanji buat tim pengkajian UUD," ujar Saldi.Tim itu perlu direalisasikan sebab UUD 1945 memang masih perlu perbaikan.
Soal jumlah pasal yang meningkat dan detail, Saldi mengatakan itu justru baik. Menurut Saldi, tren konstitusi pasca 1980 adalah lebih detail, sehingga tidak diperlukan terlalu banyak undang-undang atau peraturan pengganti undang-undang untuk menjabarkannya.
"Ini juga untuk menghindari terombang-ambingnya ketatanegaraan akibat proses pembuatan UU atau Perpu yang terpengaruh politik di DPR," ujar dia. "Tidak ada konstitusi yang sempurna, perubahan itu selalu diperlukan".
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali amendemen. Amendemen pertama dilakukan pada1999, amendemen kedua pada 2000, amendemen ketiga pada 2001, dan keempat pada 2002.
TITIS SETIANINGTYAS